SUARA CIREBON – Pemerintah Kabupaten Cirebon menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi perubahan iklim dan membangun arah baru pembangunan hijau yang berkelanjutan.
Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Strategi Kolaborasi Hepta Helix untuk Edukasi Perubahan Iklim Berbasis Komunitas di Kabupaten Cirebon” yang digelar di Kantor Kecamatan Astanajapura, Senin, 3 November 2025.
Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon dan Komunitas KARBON (Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon).
Forum tersebut menjadi bagian dari program riset dan pengabdian masyarakat yang berfokus pada literasi perubahan iklim berbasis komunitas, sekaligus menjembatani hasil riset akademik dengan kebutuhan masyarakat serta kebijakan publik.
FGD dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Bupati Cirebon Drs. H. Imron Rosyadi, M.Ag., perwakilan DPRD, Dinas Lingkungan Hidup, Bappelitbangda, BPBD, HIPMI, akademisi, media, dan organisasi masyarakat sipil.
Dalam sambutannya, Bupati Imron menegaskan bahwa perubahan iklim tidak dapat dihadapi hanya oleh pemerintah, melainkan membutuhkan kerja sama berbagai pihak.
“Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan kerja bersama yang menyatukan riset akademik, kebijakan publik, inovasi bisnis, dan gerakan masyarakat. Hanya dengan kolaborasi seperti itu kita bisa membangun Cirebon yang tangguh terhadap perubahan iklim,” ujarnya.
Menurutnya, kolaborasi multiheliks ( melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, media, LSM, dan masyarakat) menjadi paradigma baru pembangunan daerah.
Ia juga menegaskan bahwa pembangunan hijau akan menjadi prioritas utama kebijakan daerah.
“Pembangunan hijau harus menjadi basis kebijakan daerah, bukan hanya untuk menjawab isu lingkungan, tetapi juga memastikan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan,” tegasnya.
Dari kalangan akademisi, Dr Sopidi dan Wahyono, dari LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, memaparkan hasil riset mengenai pemetaan aset lokal dan kebutuhan masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
“Kampus tidak hanya menghasilkan pengetahuan, tetapi juga hadir mendampingi masyarakat menghadapi dampak perubahan iklim secara nyata,” kata Sopidi.
Wahyono menambahkan bahwa riset dan pendidikan harus diarahkan untuk memperkuat adaptasi sosial dan ekonomi masyarakat.
“Kampus memiliki tanggung jawab moral untuk menjembatani ilmu pengetahuan dengan realitas masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Komunitas KARBON, Adhi Rahardjo, menilai kegiatan ini sebagai langkah awal kolaborasi nyata antara akademisi, komunitas, dan pemerintah daerah.
“Cirebon punya modal sosial yang kuat. Tugas kita adalah menjahit pengetahuan, kebijakan, dan aksi masyarakat menjadi satu arah gerak bersama untuk ketahanan iklim,” tuturnya.
FGD menghasilkan beberapa rekomendasi awal, antara lain penguatan peran LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon dalam riset dan pengabdian lingkungan, peningkatan kapasitas komunitas melalui edukasi iklim berbasis lokal, serta pembentukan Forum Edukasi Iklim Cirebon sebagai wadah koordinasi lintas sektor.
Rekomendasi tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam FGD lanjutan yang direncanakan digelar dalam waktu dekat. Melalui kegiatan ini, Kabupaten Cirebon menegaskan komitmennya menuju pembangunan hijau yang inklusif dan berkeadilan dengan semangat kolaborasi multiheliks.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















