ASTANAJAPURA, SC- Sedikitnya 30 kiai dan ulama pondok pesantren di Kabupaten Cirebon berkumpul di Buntet Pesantren, Kamis malam (12/12). Sejumlah persoalan dibahas, di antaranya terkait kebutuhan mendesak posisi wakil bupati Cirebon dan nama yang dianggap layak untuk didukung mendampingi Bupati H Imron Rosyadi.
Mereka yang hadir mewakili kalangan ulama sepuh dan ulama muda Kabupaten Cirebon. Dari kalangan ulama sepuh antara lain KH Hasanudin Kriyani (Buntet Pesantren), KH Usamah Manshur (Pesantren Pabedilan), KH Asmawi (Pesantren Babakan), KH Husen Muhammad (Pesantren Arjawinangun), KH Ni’amillah Aqil (Pesantren Kempek), KH Taufiqurrahman Yasin (Pesantren Gedongan), KH Mad Kosim (Pesantren Plered), KH Ahmad Faizin (Pesantren Losari), KH Mahfudz Abdurahim (Pesantren Tengahtani), KH Abdul Basith (Pesantren Susukan), KH Najmuddin (Pesantren Susukanlebak) dan lainnya.
Sedangkan dari unsur ulama muda tampak hadir KH Mahsun Muhammad (Pesantren Arwinangun), KH Ahmad Zuber (Pesantren Tegalgubug), KH Ja’far Mjusaddad (Pesantren Balerante), KH Habib Abubakar (Pesantren Babakan), KH Salman Alfarisi (Pesantren Buntet), KH Ahmad Muthohar (Pesantren Susukanlebak), KH Muhammad BJ (Pesantren Kempek), KH Aghuts Muhaimin (Pesantren Gedongan), dan lainnya. Tampak pula struktural Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon seperti KH Wawan Arwani Amin selaku rois Syuriyah, Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cirebon KH Aziz Hakim Syaerozi beserta jajarannya.
Sebagai tuan rumah, dalam kesempatan itu KH Wawan Arwani menyampaikan, munculnya gagasan pertemuan tersebut dilatarbelakangi beberapa alasan. Pertama, sebagai kader Nahdlatul Ulama (NU) Bupati Imron sudah beberapa bulan ini bekerja sendirian tanpa pembantu, dalam hal ini wakil bupati Cirebon.
Akibatnya, sambung dia, beban kerja Bupati Imron cukup berat, karena semua dilakukan sendirian. Dampaknya, pemkab sulit melakukan akselerasi pembangunan. Kedua, sambung Kiai Wawan, para ulama berkepentingan untuk membangun komitmen dengan wakil bupati agar dapat memperhatikan umat, kegamaan, pesantren, madrasah, kesejahteraan warga miskin, guru ngaji, dan banyak instrumen NU lainnya.
“Alasan berikutnya, dilatarbelakangi intensitas para bakal bakal calon bupati yang mendaftar ke PDIP bersilaturahmi dengan para kiai, ulama, dan struktural NU,” sambungnya.
Di tempat yang sama, Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozi menambahkan, selama ini sedikitnya ada beberapa nama bakal calon wakil bupati yang pernah berkonsultasi, bahkan beberapa di antaranya sering kali datang bersilaturami dan diskusi tentang berbagai persoalan di Kabupaten Cirebon. Juga menyampaikan komitmennya untuk membangun daerah, terutama terhadap instrumen yang dimiliki NU.
Sebagai pemegang mandat kepercayaan untuk memimpin organisasi ulama, Kiai Aziz merasa tidaklah etis bila menyikapi beberapa hal tersebut tidak melibatkan para ulama dari berbagai pesantren, baik struktural maupun kultural.
“Sehingga digagaslah pertemuan ini. Kami berharap langkah dan keputusan apapun tentang hal-hal strategis dibahas dan disepakati bersama atas dasar pertimbangan kemaslahatan. Dan kami manut apa yang menjadi kesepakatan para kiai,” lanjut dia.
Diskusi dan pembahasan dalam pertemuan tersebut mencair, tanpa friksi atau pertentangan. Pasalnya, sebelum menentukan siapa yang menjadi prioritas untuk didukung, para kiai terlebih dahulu menyepakati poin-poin syarat atau ketentuan yang harus dimiliki bakal calon wakil bupati tersebut.
Beberapa poin yang disepakati antara lain memiliki komitmen untuk membangun bidang keagamaan, berkomitmen untuk membangun sinergi dengan ulama, punya kecakapan intelektual dan moral pergaulan yang baik, memiliki gagasan dan komitmen untuk mempercepat pembangunan, mampu bekerjasama, siap bersinergi dan membantu kinerja bupati tanpa ada hasrat untuk menjatuhkan, berkomitmen untuk menyejahterakan masyarakat, menyayangi warga miskin dan anak yatim-piatu, serta beberapa prasyarat lainnya.
“Berpijak pada ketentuan-ketentuan yang disepakati itu, alhamdulillah secara bulat disepakati bahwa para kiai-ulama mendukung pencalonan Hj Wahyu Tjiptaningsih. Meskipun para ulama tidak memiliki kewenangan untuk menentukan, namun diharapkan dukungan dan kesepakatan atas pertimbangan kemaslahatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah,” papar Pengasuh Pondok Pesantren Annasuha, KH Usamah Manshur yang memimpin jalannya pertemuan.
Dalam pandangan Kiai Usamah, terkait dengan apa yang dialami suaminya adalah masa lalu yang harus dijadikan pelajaran bagi para pemimpin untuk membangun daerah agar menjadi lebih baik. Dan, Wahyu Tjiptaningsih telah menyampaikan komitmennya tentang hal itu dalam kesempatan silaturahmi dengan para kiai door to door.
Sejauh ini pascakasus yang dialami suaminya, tmbah dia, perempuan yang akrab disapa Ibu Ayu itu memang sering keliling ke para kiai untuk bersilaturahmi, curhat, minta doa, dan berdiskusi tentang banyak hal. Dari apa yang dilakukan itu, selain tahu komitmennya untuk membangun daerah, para kiai juga menyimpulkan bahwa Ibu Ayu merupakan bakal calon wakil bupati yang paling membuka diri dengan kiai dan menjadikan ulama NU sebagai tempat bersandar.
Dari pertemuan tersebut, pihaknya berharap apa yang disepakati para kiai itu menjadi pertimbangan partai dalam menentukan rekomendasi calon wakil bupati yang akan disodorkan ke DPRD Kabupaten Cirebon untuk selanjutnya diputuskan satu nama dari nama-nama yang diajukan PDIP sebagai partai pengusung tunggal. (M Surya)