CIREBON, SC- Sejak direnovasi pada tahun 2018 sampai awal 2020, Pasar Balong yang bertempat di Jalan Pekiringan hanya mengalami sedikit perubahan. Target renovasi di akhir 2019 selesai itu meleset, pasalnya sampai saat ini renovasi Pasar Balong molor.
Menganggapi hal itu, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon, Prof Dr Hj Ida Rosnidah SE MM Ak CA berharap dengan direnovasinya Pasar Balong akan lebih prospektif seperti Pasar Tegalgubug Cirebon, dan Pasar Tanah Abang Jakarta.
“Saya melihat bahwa Pasar Balong itu diharapkan paling tidak seperti Pasar Tegalgubug atau Pasar Tanah Abang, semua produk yang dibutuhkan konsumen itu ada. Tapi kalau sampai saat ini target renovasi molor, nanti pedagang belum bisa berjualan dengan nyaman,” ujar Prof Ida kepada Suara Cirebon di ruang kerjanya, Kamis (9/1).
Ia mengatakan, proses tahap renovasi di Pasar Balong dari segi penataannya sangat kurang menarik. Itu ia lihat ketika beberapa hari yang lalu berkunjung ke Pasar Balong.
“Waktu yang lalu saya pernah ke Pasar Balong, mungkin masih tahap renovasi yah, jadi di situ tuh (Pasar Balong) saya lihat penataannya kurang menarik,” tandas Ida.
Jika Pasar Balong ke depan ingin seperti Pasar Tanah Abang, setidaknya penataannya harus menarik, di antaranya kelengkapan produk di pasar harus lebih lengkap.
“Kalau ke depanya nanti Pasar Balong seperti Tanah Abang, memang di sana banyak pedagang dan pembeli, tapi kan penataannya oke. Kalau mau seperti itu, harus lengkap, semua produk sandang yang diinginkan konsumen harus ada di Pasar Balong,” katanya.
Bagi Ida, jika seluruh kebutuhan para konsumen ada di satu tempat, maka para konsumen tidak harus pergi mencari ke tempat lain. Selain kelengkapan produk, Ida juga mengusulkan dari segi harga jual harus sangat murah, karena menyesuaikan dengan kelas grosir.
“Harga juga harus murah, karena kelasnya kelas grosir, jadi kompetitif dengan dibandingkan misalnya dengan yang lain, khususnya misalnya di Cirebon. Jadi bagaimana tuh supaya penjual di sana bisa berjualan dengan harga grosir, artinya harga di Pasar Balong harus lebih murah,” paparnya.
Selain kedua faktor tersebut, masih ada satu faktor yang sangat menentukan Pasar Balong agar tetap diminati masyarakat, yakni digitalisasi. Di zaman sekarang ini era digital, berdasarkan survei 62 persen pengguna internet itu untuk toko online.
“Artinya saat ini faktor itu yang sangat menentukan, apakah Pasar Balong itu akan diminati oleh masyarakat, berarti saingan nya bukan pasar offline tapi juga toko-toko online,” lanjut Ida.
Tak hanya itu, Ida juga mengusulkan di Pasar Balong harus bisa menciptakan loyalitas kepada para pembeli atau konsumen. Sehingga para pelanggan itu bisa melakukan pembelian ulang dan merekomendasikan kepada yang lain untuk berbelanja di Pasar Balong.
“Menciptakan yang namanya loyalitas pelanggan. Bagaimana pelanggan yang sudah belanja di Pasar Balong itu kemudian melakukan pembelian ulang. Saya juga akan ikut mempromosikan atau merekomendasikan kepada teman-temannya untuk belanja di Pasar Balong,” ujarnya.
Terkait harga sewa tempat atau ruko di Pasar Balong yang dianggap mahal, sehingga menjadi keluhan para pedagang, menurur Ida mahalnya biaya sewa, maka harga jual yang diharapkan kompetitif bisa tidak terjadi.
Jadi, sambungnya, alternatifnya memang harus ada dukungan dari pemerintah kota dalam hal ini untuk memberikan biaya sewa yang terjangkau. Artinya memberikan juga semacam subsidi untuk para pedagang, sehingga biaya sewa yang dirasakan tinggi itu, tidak tinggi dan bisa menciptakan harga produk yang kompetitif. (M Surya)