DEPOK, SC- Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengakui, penerimaan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau (CHT) ke Kabupaten Cirebon masih tergolong kecil dari yang seharusnya diterima daerah. Padahal, Kabupaten Cirebon merupakan wilayah terbesar di wilayah III penghasil cukai yang bisa mencapai Rp 200 miliar per tahun.
Imron menyebutkan, dengan minimnya pembagian alokasi DBHCHT tersebut tentu merugikan bagi wilayahnya. Tahun ini saja, Kabupaten Cirebon hanya mendapatkan jatah alokasi DBHCHT sebesar Rp 4,7 miliar yang seharusnya bisa mencapai sekitar Rp 12 miliar.
“Sebagai pembanding, penerimaan jumlah DBHCHT tersebut justru lebih kecil dari wilayah tetangga seperti Kabupaten Majalengka dan Indramayu yang bisa mencapai Rp 9 miliar,” kata Imron.
Dimana dampak dari dana bagi hasil cukai yang diterima juga berimbas bagi pembangunan di berbagai sektor yang seharusnya diberikan perhatian lebih. Oleh karenanya, Bupati mengajak kepada jajaran instansi terkait bersama Kantor Bea Cukai Cirebon untuk mempertanyakan permasalahan tersebut.
“Selain anjangsana, kami juga sekaligus untuk membahas guna mengetahui berapa sih yang seharusnya kita terima dari cukai ini. Pendapatan kita sampai dengan sekarang hampir sama dengan kota Cirebon yang hanya Rp 4,7 miliar per tahun. Padahal kita ada produsen cukai bahkan dengan indramayu dan majalengka oendapatan kita lebih kecil,” kata Imron dalam kegiatan Anjangsana dan Diskusi di PT. Sinar Grage Jaya selaku produsen rokok di Desa Kasugengan Lor Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Kamis (31/10).
Imron menilai, bila perimbangan pembagian bea cukai ditingkatkan maka perlu diselidiki prosesnya. Apakah ada di kesalahan bersifat teknis atau ada kesengajaan sehingga harus ditelusuri. Karena, kata dia, pendapatan yang diterima oleh Kabupaten Cirebon dinilainya hampir sama dengan pendapatan bea cukai yang dimiliki oleh daerah yang penghasil cukainya kecil.
(Islah)
“Kami akan segera berkoordinasi dengan pihak Provinsi Jawa Barat untuk mencari tahu. Padahal seharusnya pendapatan kita lebih besar yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Bea dan Cukai Cirebon, Agung Saptono mengaku ada ketidaksinkronan dengan pembagian DBHCHT yang diterima Kabupaten Cirebon. Menurutnya, sebagai daerah produksi cukai yang tinggi tentu seharusnya menerima pembagian yang ideal.
“Kami juga akan cari tahu ini dan akan mendampingi ini ke tingkat pusat. Karena hasilnya dinilai kurang pas dalam pembagian DBHCHT dalam satu tahun,” kata Agung.
Menurut Agung, dari kegiatan produksi dengan penerimaan berbanding terbalik yang jika dihitung secara aturan belum proporsional.
“Karena Kabupaten Cirebon masuk ke dalam wilayah produksi cukai terbanyak Jadi kita menagetkan lebih tinggi dan menargetkan minimal tiga kali lipat dari pendapatan dana bagi hasil bea cukai yang diterima disetiap tahunnya,” ujarnya.
Agung menjelaskan, secara aturan terbaru daerah sebagai penghasilkan cukai sudah seharusnya mendapatkan sebesar 58 persen. Oleh karena itu, akan dilakukan pembentukan tim untuk membantu dalam menyampaikan data agar saat pengajuan revisi terkiat dengan dana bagi hasil cukai kepada pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat terpenuhi.
“Jelas kami siap membantu memberikan data yang akurat kepada pemerintah Kabupaten Cirebon dalam memperbaiki pengajuan dana bagi hasil kepada pemerintah Jabar,” ucapnya.
Dia menambahkan, dari hasil pembagian tersebut juga akan berdampak pada kinerja sosialisasi kepada masyarakat. Sehingga perlu dilakukan karena irisan Kantor Bea dan Cukai dengan pemerintah yakni terus melakukan sosialisasi untuk memberikan edukasi keoada masyarakat dan seluruh pihak.
“Kami juga bersama Satpol PP untuk terus melakukan pembinaan juga penertiban rokok illegal. Tentunya untuk meningkatkan pendapatan bagi hasil cukai,” ungkapnya. (Islah)