KERATON Kasepuhan Cirebon melakukan tradisi atau ritual Siraman Panjang sebagai rangkaian acara Muludan. Dalam Siraman itu, Abdi Dalem dan Sultan Sepuh XIV mencuci piring serta benda-benda pusaka dengan air yang sudah didoakan terlebih dahulu.
Koleksi benda-benda yang dicuci adalah, sembilan piring berusia sekitar 700 tahun dan 40 piring bertulisan kaligrafi berusia sekitar 600 tahun. Selain piring, dua buah guci berusia sekitar 700 tahun serta dua buah botol kristal berusia sekitar 500 tahun. Puluhan benda pusaka yang dibersihkan di Bangsal Pungkuran Keputren Keraton Kasepuhan itu merupakan peninggalan para wali yang menyebarkan agama Islam.
Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat mengatakan, Siraman Panjang adalah tradisi menjelang Maulid Nabi Muhammad SAW (Muludan) di Cirebon. “Di Keraton Kasepuhan Cirebon, tradisi ini dilaksanakan setiap memasuki bulan Maulud atau Rabiul Awal dalam penanggalan Islam, tepatnya 5 Maulud atau secara nasional pada hari Senin, 4 November 2019,” katanya, Senin (4/11).
Setiap tahun, tiga Keraton di Cirebon melakukan tradisi Siraman Panjang. Puncaknya akan dihelat tradisi Panjang Jimat seperti pawai peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW. “Seluruh benda pusaka yang akan dibersihkan diletakkan di Bangsal Pungkuran Keputren,” terangnya.
Sultan Sepuh menjelaskan, tradisi siraman panjang didahului oleh iring-iringan abdi dalem keraton yang membawa benda pusaka dibungkus kain putih. “Dalam prosesi itu, keluarga dan kerabat keraton duduk mengelilingi benda pusaka yang dibersihkan sambil melantunkan tawasul dan sholawat,” terangnya.
Menurutnya, pada siraman panjang, air memiliki makna penting, terutama dalam ajaran Islam. Hampir semua makhluk hidup berunsur air atau setidaknya 80% tubuh manusia berupa cairan. “Berwudhu dengan air, mandi dengan air, dan meninggal juga dibersihkan dengan air,” paparnya.
Puncaknya pada tanggal 12 Rabiul Awal merupakan hari lahir Rasulullah. Setiap tahun, di momen ini oleh keraton-keraton di Cirebon diperingati sebagai Maulid Nabi atau Muludan. Bahkan, ada kesakralan rangkaian prosesi berbagai ritual dan kemeriahaan aktivitas pasar rakyat musiman terbesar di Cirebon dan sekitarnya.
Dua kekuatan acara tersebut telah menjadikan Muludan sebagai even wisata yang paling banyak menyedot wisatawan baik domestik maupun asing atau mancanegara. Mereka tumpah ruah sejak setengah bulan jelang peringatan hingga puncak acara yang disebut malam Pelal.
Acara ini salahsatunya digelar di Keraton Kasepuhan. Menurut Sultan Keraton Kasepuhan, Sultan PRA Arief Natadiningrat SE, muludan tahun ini menjadi even wisata yang mengusung program Pemprov Jabar yang tengah serius bidang pariwisata sebagai penggerak ekonomi.
Kemarin, hari masih sore tapi langit sudah gelap. Para pedagang yang berjejer sepanjang jalan menuju Keraton Kasepuhan dan di alun-alun tampak penuh sesak dipadati pengunjung wisatawan, mayoritas domestik.
Ada yang mengunjungi stan makanan khas Cirebon seperti docang, empal gentong, lengko, tahu petis, tahu gejrot, hingga nasi Jamblang. Ada juga yang memadati stan pakaian, oleh-oleh, hingga permainan anak-anak.
Saat pelal nanti di Bangsal Prabayaksa Keraton Kasepuhan, Sultan Arief akan menerima tamu dari berbagai kalangan. Begitupun para abdi dalem beriringan menggelar Panjang Jimat. Diiringi tetabuhan khas Cerbon.
Iring iringan abdi dalem itu malam hari keluar dari keraton menuju Tajug Alit atau musala. Masyarakat berdesakan menanti keluarnya panjang jimat mulai sepanjang jalan dari dalem keraton sampai Tajug Alit di lingkungan Keraton Kasepuhan.
Nanti, warga akan berebut nasi Panjang Jimat yang dibawa abdi dalem dari Tajug Alit yang sebelumnya nasi panjang didoakan dan dibacakan Barzanji. Itulah puncak Muludan. (Sumbadi Sastra Alam)