KPK Terus Kembangkan Aliran Dana Sunjaya
SUMBER, SC- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nampaknya lebih “tergiur” membidik kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ketimbang kasus suap jual beli jabatan yang menjerat mantan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra. Rupanya KPK lebih memilih membidik pelaku tindak pidana korupsi kelas kakap.
Setelah mencekal dua Camat Kabupaten Cirebon dan GM Hyundai, KPK juga memeriksa mantan Menteri Kelautan asal Kabupaten Cirebon, Rokhmin Dahuri. Pengamat politik, Afif Rifai, menengarai, KPK akan membidik elite politik Kabupaten Cirebon.
Ia juga menduga, dari kasus TPPU yang digarap KPK itu akan menyeret banyak nama pejabat di lingkungan Pemkab Cirebon. “Analisa saya, KPK membidik TPPU tentu banyak yang akan terseret. Beda dengan jual beli jabatan, itu kan (sengaja) dilokalisir (KPK). Kalau TPPU pastinya akan menyeret banyak pejabat, biasanya pejabat kakap yang dibidik,” ujar Afif melalui sambungan telepon, Selasa (5/10).
Menurutnya, banyaknya pejabat yang terancam terseret karena berkaitan dengan Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Dikatakan, pengembangan yang dilakukan KPK berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan sebelumnya. KPK sengaja membidik TPPU karena kerugian negara lebih besar jika dibandingkan dengan jual beli jabatan atau suap.
“Tinggal nanti bagaimana pengembangannya, yang jelas selama ini KPK sudah berani untuk memeriksa elite politik berdasarkan pengembangan yang diperiksa sebelumnya. Karena TPPU itu uang yang dikejar lebih besar, makanya KPK lebih membidik ke TPPU. Yang jelas pasti akan membuat goyang Kabupaten Cirebon dan pejabat ketar ketir,” tegasnya.
Sementara, praktisi hukum Nunu Sobari SH MH, mengatakan, banyak atau tidaknya pejabat yang akan terseret tergantung pembuktian. “Itu kan tergantung yang bersangkutan, ngucap (ngomong) siapa, siapa, kalau ada buktinya ya kebawa. Jadi terutama dipembuktian, larinya kemana kan dari cerita yang bersangkutan, (karena dia) enggak mau sendirian,” ujar Nunu.
Dia menengarai, dalam kasus tersebut KPK hanya membidik yang besar-besar saja. “Mungkin yang besar-besar saja. Karena dasarnya KPK memeriksa kan yang kerugiannya diatas satu milyar,” kaya dia.
Ketika disinggung nama-nama pejabat yang diduga akan terseret, Nunu enggan membeberkannya. “Tidak boleh berasumsi kalau tidak tahu sendiri sih. Kalau benar-benar mau menyelamatkan negara sih yang punya kewenangan tuh selidiki (saja) pejabat itu gajinya berapa? Kok bisa kaya sekali, itu darimana kekayaannya, kan bisa dihitung,” ungkapnya.
Sebelumnya KPK memanggil Ketua Bidang Kelautan, Perikanan dan Nelayan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rokhmin Dahuri dalam penyidikan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra (SUN).
Rokhmin diperiksa sebagai saksi dari pihak swasta untuk tersangka Sunjaya. “Yang bersangkutan dijadwalkan diperiksa sebagai saksi terkait dengan TPPU atas nama Sunjaya,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (31/10) seperti dikutip kantor berita Antara.
Selain Rokhmin yang juga merupakan Menteri Kelautan dan Perikanan pada era presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, KPK juga memanggil saksi lainnya seorang pegawai negeri sipil (PNS) atas nama Safri Burhanuddin.
Penetapan Sunjaya sebagai tersangka TPPU tersebut merupakan pengembangan perkara suap terkait dengan perizinan di Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Sunjaya telah diproses KPK dan divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung dalam kasus suap tersebut.
Adapun total penerimaan tersangka Sunjaya dalam perkara TPPU sebesar sekitar Rp51 miliar.
Atas dugaan tersebut, Sunjaya disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kanan) dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah menetapkan mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka TPPU di gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
KPK menyebut bahwa operasi tangkap tangan (OTT) “recehan” atau uang yang diamankan cukup kecil nominalnya saat OTT bisa berkembang menjadi praktik korupsi dengan jumlah yang besar.
“Jadi, jangan selalu juga ada anggapan, oh, itu OTT “recehan” yang ditangkap pada saat itu “recehan” tetapi korupsi yang terlibat di dalam perkara yang sebenarnya selalu besar bukan cuma yang tertangkap pada saat pemberian itu saja,” ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta.
Hal tersebut dikatakannya menanggapi penetapan mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Penetapan Sunjaya sebagai tersangka TPPU tersebut merupakan pegembangan perkara suap terkait perizinan di Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Perkara itu berawal dari kegiatan tangkap tangan pada 24 Oktober 2018. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti uang tunai Rp116 juta dan bukti setoran ke rekening total Rp6,4 miliar.
Saat itu, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu Sunjaya Purwadisastra dan mantan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto (GAR).
Keduanya telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Bandung. “Perkara ini merupakan salah satu contoh berkembangnya OTT dengan nilai barang bukti awal uang yang hanya sebesar Rp116 juta tetapi menjadi bentuk korupsi lain dan pencucian uang dengan nilai Rp51 miliar,” ungkap Syarif.
Untuk diketahui, total penerimaan tersangka Sunjaya dalam perkara TPPU adalah sebesar sekitar Rp51 miliar.
“Perlu dipahami, dalam proses OTT, barang bukti yang diamankan adalah transaksi saat itu. Di sinilah OTT dapat menjadi pintu masuk membuka praktik-praktik korupsi yang sebenarnya,” kata Syarif. (Islah)