CIREBON, SC- Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Kabupaten Cirebon melakukan Rapat Pleno Dewan Pengupahan Kabupaten Cirebon Tahun 2019, di Kantor Dinaskertrans Kabupaten Cirebon, Rabu (6/11).
Rapat yang dipimpin oleh wakil ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Cirebon, serta dihadiri Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS)
dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Cirebon, serta dari unsur perguruan tinggi yakni dari Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Cirebon.
Di akhir rapat, FSPS dan SPN Kabupaten Cirebon menolak menandatangani hasil Rapat Pleno Dewan Pengupahan tahun 2019, dengan dasar, sejak keluarnya PP No 78 tahun 2015, pihaknya sangat tidak setuju, karena harus melalui survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
“Jadi kami memang, di setiap tahun, dan sejak keluarnya PP No 78 tahun 2015 itu, khusus serikat pekerja kami tidak setuju. Kenapa tidak setuju, karena tidak sesuai dengan Undang-undang (UU) tahun 2003 yang harus melalui survei KHL. Nanti formulnya UMK berjalan, ditambah dengan inflasi dan PDRB setelah itu UMK yang baru,” kata Sudaryana Purnawijaya, perwakilan dari SPN Kabupaten Cirebon, kepada media, usai mengikuti rapat pleno, Rabu (6/11).
Lanjut Sudaryana, jika menyesuaikan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Kabupaten Cirebon, kenaikan minimalnya sekitar 20-25% dari Upah Minimum Kabupaten Cirebon tahun ini.
“Kita minimalnya kenaikan itu 20-25 % dari UMK sekarang. Kalau pakai formula PP 78 itu cuma 8,51 % kami tidak setuju. Karena tidak sesuai dengan KHL, dan belum memenuhi kebutuhan layak hidup pekerja di setiap tahunnya,” katanya.
Terkait hal itu, pihaknya akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah Kabupaten Cirebon yang akan bertahap kepada pemerintah provinsi. Adapun rekomendasi yang diberikan Sudaryana kepada pemerintah berupa hasil kajian dan survei tim.
“Ya kami di setiap tahun nya unsur dari serikat pekerja itu, terus lakukan kajian dan survei internal yang memang nanti akan kami bawa untuk direkomendasikan ke pemerintah dan untuk dipelajari,” tegasnya.
Adapun jumlah rupiah dari 8,51% untuk kenaikan UMK di sekitar provinsi Jawa Bara sesuai dengan PP No 78 tahun 2015, kenaikannya sebesar Rp176.000.
“Sedangkan kami kebutuhan hidup layak buat pekerja itu sudah mencapai 20-25%, dari pencapaian itu sekitar Rp200.000 lebih,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Kabupaten Cirebon Drs H Abdullah Subandi MSi mengatakan, diadakannya Rapat Pleno Pengupahan UMK untuk tahun 2020 ini mengiblat ke PP No78 tahun 2015.
“Untuk UMK di tahun 2020 masih mengacu ke PP 78 tahun 2015, itu masih memakai inflasi, dan PDB. Sehingga kita mengalami kenaikan 8,51%, jadi kisaran UMK di Kabupaten Rp2.196.000, kalau kita bulatkan sekitar Rp2.200.000, ini untuk tahun 2020,” ungkapnya.
Dikatakan Abdullah, pihaknya sudah memutuskan sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan itu sangat berlaku diseluruh Kabupaten atau Kota se-Jawa Barat. Adanya masukan dari serikat pekerja, bahwa pemerintah harus menaikan UMK sekitar 20-25%, dikatakan Abdullah pihaknya akan tetap mengikuti peraturan pemerintah.
“Itukan aturan sudah dibuat oleh pemerintah, jadi artinya, kepada pemerintah Bupati, Walikota, ataupun Gubernur tidak mentaati peraturan pemerintah 78 akan terkena sanksi selama tiga bulan. Kalau tidak mengadakan lagi akan diberhentikan,” tuturnya.
Sehingga bagi Abdullah, mekanisme dari Pemerintah pusat itu harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah Provinsi, ataupun Kabupaten Kota. Sebab, usia PP No 78 itu selama lima tahun. Sejak 2015 sampai dengan 2020.
“Sehingga nanti di 2021 akan balik lagi ke KHL atau, revisi PP No 78, karena itu sudah dirancang oleh pemerintah pusat, dan 8,51% itu tidak bisa diubah,” katanya
Jika serikat pekerja tidak puas dengan hasil PP No78, lanjut Abdullah bisa mengajukan protes kepada Kementerian terkait, karena bagi Abdullah, yang di daerah hanya pelaksana dari PP No78.
“Kalau SPN tidak puas ya silahkan ke kementerian ke pusat yang sudah mengeluarkan PP itu pusat, karena yang di daerah hanya melaksanakan, dan itu sangkinya berat,” tutupnya.
Sedangkan data yang di dapat Suara Cirebon dari Dinaskertrans Kabupaten Cirebon, setiap tahunnya, Kabupaten Cirebon mengalami kenaikan UMK, di tahun 2011 UMK Rp906.103,35. Di tahun 2012 nilai UMK Rp956.650,00. UMK tahun 2013 naik menjadi Rp1.081.300,00 dan tahun 2014 sebesar Rp1.212.618,57.
“Di tahun 2015 naik lagi menjadi Rp 1.428.000,00. UMK tahun 2016 senilai Rp1.592.220,00. Tahun 2017 UMK sebesat Rp1.723.578,15. Di tahun 2018 naik sampai Rp1.873.701,81. Dan tahun 2019 UMK naik menjadi Rp2.024.160,07.
Hasil rapat pleno pengupahan UMK yang digelar Dinaskertrans Kabupaten Cirebon iyu akan diusulkan ke Gubernur Jawa Barat untuk ditetapkan sebagai UMK Kabupaten Cirebon untuk tahun 2020 yang direncanakan 21 November 2019. (M Surya)