CIREBON, SC- Keraton Kanoman Cirebon, menggelar tradisi “nyiram gong sekati” setiap tanggal 9 “Mulud” atau Rabiul Awal. Nyiram gong sekati sebagai upaya untuk merawat tradisi para leluhur.
Juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina menuturkan, Penyucian (Nyiram gong sekati, red.) ini merupakan tradisi Kesultanan Keraton Kanoman sejak dahulu.
Ratu Arimbi menuturkan “Nyiram gong sekati” dilakukan setiap 9 Maulud atau Rabiulawal, di mana hal tersebut salah satu rangkaian dari prosesi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. “Gong sekati” yang dicuci, kata Arimbi, yaitu satu rangkaian alat musik gamelan yang antara lain terdiri atas gong, demung, saron, dan peking.
Rangkaian alat musik gamelan itu oleh para leluhur dari Keraton Kanoman dinamakan “Gamelan Sekaten” yang merupakan alat musik pada zaman dahulu untuk mengajak masyarakat sekitar membaca syahadat. “Gamelan Sekaten yang dicuci itu merupakan alat musik yang dahulu digunakan untuk menyiarkan agama Islam di tanah Cirebon,” ujarnya.
Gamelan tersebut, lanjut Arimbi, sudah berumur ratusan tahun dan sampai saat ini masih terawat serta berfungsi seperti sediakala. Pada setiap Maulud, setelah gong tersebut dicuci kemudian dibunyikan sampai malam 12 atau puncak tradisi Mauludan. “‘Gamelan Sekaten’ dibunyikan mulai hari ini sampai nanti pas malam tanggal 12 Bulan Maulud di jam-jam yang sudah ditentukan,” katanya.
Setelah pencucian benda pusaka itu selesai, warga dengan antusias berebut air yang digunakan untuk mencuci. Seorang warga yang berasal dari Desa Pegagan, Kabupaten Cirebon Watini (60) di Cirebon, Rabu, mengatakan setiap tahun dia selalu menyempatkan datang pada acara “nyiram gong sekati” untuk mendapatkan air bekas cucian.
“Air bekas cucian gong ini banyak khasiatnya dan ini kami lakukan sudah turun menurun,” kata Watini sambil mengumpulkan air bekas cucian gong sekati.
Watini mempercayai air bekas cucian gong sekati ini bisa menyuburkan tanaman padinya, mengingat sebentar lagi akan masuk masa tanam, sehingga dia rela berdesakan untuk mendapatkannya.
Tidak hanya untuk tanaman saja, air tersebut lanjut Watini, dipercaya bisa menyembuhkan penyakit dan dia mengaku sudah sering merasakan sendiri khasiatnya. “Selain buat tanaman, kami juga menggunakan air ini untuk dimandikan ke anak yang sakit, agar bisa sembuh,” ujarnya.
Senada dengan Watini, warga lain Raina (60) juga mengatakan bahwa air sisa pencucian gong biasa digunakan untuk di sawah, lahan perkebunan dan kolam ikan. “Kalau saya mau taburkan ke kolam ikan, agar hasilnya nanti bisa melimpah,” katanya.
Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan banyaknya warga yang berebut air ini memang sudah biasa dan mereka mencari berkah dengan media air bekas cucian gong sekati. “Warga mencari berkah dengan media air yang sudah dibacakan salawat dan biasanya air tersebut digunakan untuk pertanian,” kayanya. (Rls/SC)