Jika Tidak Ada Titik Temu, Developer akan Menempuh Jalur Hukum
WERU, SC- Pertimbangan Teknis (Pertek) BPN yang mementahkan proses perizinan dari OPD terkait di lingkungan Pemkab Cirebon dalam pendirian perumahan, kembali ditentang sejumlah developer di Kabupaten Cirebon. Mereka menilai BPN hanya melihat warna peta tanpa memahami isi Perda RTRW itu sendiri. Oleh karena itu, mereka meminta BPN mempertimbangkan keputusannya dengan mempelajari kembali isi Perda tersebut.
Developer PT Haykal Jaya Semesta, Mahfud HR, mengatakan, akibat keputusan BPN tersebut pihaknya menderita kerugian hingga Rp 3,5 milyar lebih.
“Kalau sampai tidak keluar (sertifikat induk) kerugian bisa sampai di atas 3,5 milyar. Karena kita sudah membeli lahan, sudah melakukan pengurugan jalan, sudah ada bangunan, ada listrik dan sudah banyak mengeluarkan biaya operasional,” ujar Mahfud, Sabtu (23/11/2019).
Menurut dia, upaya Pemda melakukan pertemuan dengan pihak BPN baru-baru ini dinilai sebagai upaya yang sia-sia dan tidak perlu dilakukan lagi. Pasalnya, dengan sudah dikeluarkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari DPMPTSP Kabupaten Cirebon, proses perizinan yang ditempuh sudah final. Karena, baik izin alih fungsi, izin fatwa hingga advice planing sudah ditandatangani oleh Bupati Cirebon.
“Dan di pusat pun OSS sudah keluar alihfungsi lahannya. Maka apabila tidak ada titik temu dan tidak segera diputuskan, ya kita akan melakukan proses hukum. Kami tunggu ketegasan Bupati sampai Desember. Jika lebih dari Desember, atau masuk tahun 2020 maka kami harus menyesuaikan dengan peraturan yang baru, yaitu harus splitsing dulu. Jika ini terjadi, maka kami akan mengalami kerugian yang sangat besar bahkan puluhan developer akan tumbang. Dan sebagai masyarakat, hak-hak kami harus dilindungi oleh Bupati Cirebon,” tandasnya.
Dijelaskan Mahfud, langkah tersebut akan ditempuh karena selain menderita kerugian miliaran rupiah, para developer juga khawatir akan dituduh sebagai penipu. Karena, masyarakat yang sudah melakukan transaksi dan memberi DP terus mendesak untuk segera menempati rumahnya.
“Masyarakat sudah kasih DP dan memaksa minta (rumah) ditempati, saya khawatir disangka menipu karena rumah sudah jadi kok tidak diproses,” paparnya.
Mahfud menegaskan bahwa proses perizinan sudah ditempuh setahun yang lalu. Sayang, setelah semua izin dari OPD terkait keluar, sampai saat ini BPN tidak mau mengeluarkan sertifikat induk dengan dalih Pertek.
“Seharusnya ketika melakukan pengukuran setahun yang lalu, BPN sudah tahu bahwa tanah itu akan digunakan untuk perumahan. Tapi kenapa, setelah kami mengantongi izin dari pemerintah desa hingga instansi terkait, termasuk Dinas Pertanian, kami juga diharuskan mengantongi Pertek. Dan saat proses (Pertek) ini katanya lahan yang akan digunakan sebagai lokasi pembangunan tidak sesuai dengan Perda RTRW. Akhirnya, proses perizinan yang sudah kami kantongi kan jadi sia-sia,” keluhnya.
Mahfud menyampaikan, sebenarnya sebelum dikeluarkannya izin-izin dari instansi terkait, sudah dilakukan proses presentasi yang dihadiri semua dinas teknis, seperti DPMPTSP, PUPR, Damkar, Dishub, LH, Bappeda dan Bappelitbangda. Bahkan, proses presentasi ini dilakukan dua kali, yaitu sebelum alih fungsi lahan dan saat proses perizinan di DPMPTSP Kabupaten Cirebon.
“Jadi kita sudah mengantongi semua perizinan dari Distan, DPMPTSP, PUPR, LH, Dishub, Damkar maupun DPKPP. Bahkan ini (proses) yang terakhir pada bulan Juli sudah keluar IMB,” terangnya.
Hal senada disampaikan Developer dari PT Surya Papan Persada, Bambang. Menurutnya, akibat belum dikeluarkannya sertifikat induk oleh BPN, kelanjutan proses pembangunan jadi terhambat. Dikatakan dia, BPN berdalih bahwa hal itu berbenturan dengan RTRW. Ia menilai pihak BPN hanya melihat petanya saja tanpa memahami isi Perda RTRW.
“BPN itu gak ngerti. Padahal kan ada keterangan-keterangan di dalamnya, seperti zona pangan itu boleh dialihfungsikan karena itu bukan lahan yang dilindungi, bukan lahan pertanian berkelanjutan,” kata Bambang diamini Developer PT Nur Sahaja Properti, Jawahir.
Diberitakan sebelumnya, puluhan izin perumahan di Kabupaten Cirebon yang sudah mengantongi izin lokasi dan fatwa dari OPD terkait di lingkungan Pemkab Cirebon, terancam gagal. Kondisi tersebut membuat hampir semua pengusaha properti yang akan masuk di Kabupaten Cirebon kelimpungan. Ujungnya, Peraturan Teknis (Pertek) Badan Pertanahan Nasional (BPN) tentang semua izin investasi mulai disoal.
Anggota DPRD Kabupaten Cirebon dari Fraksi PDIP, Yoga Setiawan mengatakan, ada sekitar 40 izin perumahan yang ditolak BPN karena tidak sesuai Pertek. Padahal, pengusaha sudah mengantongi lokasi, advice planing dan izin dari DPMPTSP. “Katanya ada 40 izin perumahan yang ditolak BPN,” ujar Yoga.
Menurut dia, harusnya pihak BPN melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan pihak dewan dan Pemkab Cirebon. Dinas terkait seperti PUPR yang mengeluarkan advice planing, Dinas Pertanian yang mengeluarkan alih fungsi lahan juga harus dilibatkan. Sedangkan keberadaan DPMPTSP yang mengeluarkan IMB, nantinya tidak berfungsi sama sekali berkaitan dengan masalah investasi.
“Pekan ini kita akan panggil dinas terkait serta BPN. Kami ingin mencari solusi terbaik. Kalau semua perteknya lewat BPN bisa saja investasi terhambat. Lalu PAD buat pemkab cirebonnya mana,” ungkap Yoga.
Sementara Kabid Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUPR) Pemkab Cirebon, Uus Sudrajat mengatakan, saat ini investor yang akan mengurus perizinan di Kabupaten Cirebon, tidak usah mengurus advice planing, alih fungsi lahan, apalagi mengajukan rapat fatwa. Cukup datang ke BPN dan menunjukan izin lokasi hasil daftar online lewat OSS.
“Ya itu, tidak usah capek-capek ngurus ke OPD terkait, cukup datang ke BPN saja, nanti BPN yang menentukan boleh tidaknya. Bidang pertanahan, pertanian dan perizinan sekarang fungsinya sudah tidak ada,” tegasnya.
Menurut Uus, hal itu diketahui dari hasil rapat dengan BPN beberapa waktu lalu mengisyaratkan seperti itu. Mengacu kepada peraturan baru BPN tentang OSS, lanjut Uus, perizinan hanya dari tiga tahapan yaitu OSS, Pertek BPN dan persetujuan Pemerintah Daerah. Namun tiga tahapan ini hanya berlaku untuk izin komitmen, seperti perumahan, industri ataupun galian.
Dijelaskan Uus, saat ini pihaknya sudah menutup pengajuan advice planing karena ditengarai akan sia-sia. Terbukti ada puluhan pengembang perumahan yang sedang ketar ketir. Mereka ada yang sudah mengantongi fatwa, ada yang sudah punya alih fungsi lahan. Namun saat pengajuan pertek, pihak BPN menolak.
Sementara itu, salah seorang pengembang perumahan, Yudo Arlianto mengaku heran karena BPN enggan menandatangani SK pemberian hak (sertifikat induk, red) perumahan. Yudo menyebutkan, saat ini ada 40 lebih sertifikat induk perumahan di Kabupaten Cirebon yang ditolak oleh BPN untuk ditandatangani. Dengan alasan tidak sesuai pertek. (Islah)