Menurut Aji, wacana tersebut sudah ditolak oleh presiden. Dengan kata lain, pemerintah secara jelas tetap menginginkan agar presiden dipilih langsung oleh rakyat.
“Kita jangan kembali ke zaman otoritarian yang mana presiden dipilih oleh MPR. Sudah bagus kalau kepala daerah atau pemimpin pejabat politik dipilih langsung oleh rakyat,” ujar Aji, Senin (2/12).
Aji mengatakan, ketika pejabat politik dipilih oleh DPRD atau MPR, sudah sangat jelas bahwa oligarki itu semakin nyata. Baginya, tetap demokrasi yang baik yakni melakukan pemilihan secara langsung.
Soal mudharat atau maslahat-nya Pilkada atau Pilpres serentak oleh rakyat yang memunculkan wacana evaluasi, Aji menganggap masing-masing kepala memiliki pandangan yang berbeda.
“Ya memiliki perspektif yang berbeda kalau soal mudharat dan maslahat. Hanya saja ini perspektif politik dan konstitusi, pemilihan secara langsung itu merupakan representasi dari demokrasi yang memang nyata wujudnya, tidak seperti yang dipilih DPRD atau MPR,” lanjut dia.
Jika Pilkada atau Pilpres kembali dipilih melalui parlemen, sambung Aji, maka akan mengalami kemunduran. Bahkan dipastikan kualitas demokrasi di Indonesia setiap tahunya akan semakin menurun.
“Ya kalau seperti itu berarti demokrasinya semakin turun. Kita kan sudah jelas secara demokrasi bisa turun di setiap tahunnya, ditambah lagi bila dipilih oleh DPRD atau MPR,” tandas Aji.
Untuk proses demokrasi ke depan, Aji sangat berharap kepada media atau pers yang merupakan pilar demokrasi. Haruslah makin dipercaya oleh masyarakat untuk berada di tengah-tengah.
“Artinya pers itu berpihak kepada rakyat. Itu saja saya berharapnya. Dan wujud nyata dalam perannya bukan kanal daripada politik. Kita mau ke mana menggantung demokrasi kalau bukan ke pers,” pungkasnya. (M Surya)