SUMBER, SC- Sejak tahun 2015, data warga miskin (gakin) di Kabupaten Cirebon belum diperbaiki. Sehingga bantuan pemerintah pusat untuk warga miskin di Kabupaten Cirebon banyak yang tidak tepat sasaran.
Masyarakat yang ekonominya dinilai baik justru mendapat bantuan. Sebaliknya, warga miskin malah tidak mendapat bantuan.
Terkait hal itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon, Yoga Setiawan mengaku, dirinya juga banyak mendapatkan keluhan tersebut dari masyarakat. “Mendengar masih banyak masyarakat yang seharusnya berhak mendapat bantuan tapi kenyataannya tidak mendapat bantuan, saya sangat prihatin mendengarnya,” ujar Yoga.
Menurut Yoga, setelah Puskesos ada di setiap desa dan kelurahan, keberadaannya harus bisa mengakomidir masyarakat yang memang harus mendapat bantuan. “Pemerintah wajib hadir, baik eksekutif maupun legislatif. Makanya, sekarang dengan adanya puskesos di desa-desa maupun kelurahan, harus bisa mengakomodir masyarakat yang seharusnya layak mendapatkan bantuan,” kata Yoga.
Namun, diakui Yoga, saat ini yang masih menjadi kendala adalah validasi data penerima bantuan. Data tersebut datangnya langsung dari pemerintah pusat. Untuk itu, selaku wakil rakyat, Yoga berjanji akan memperjuangkan hak masyarakat miskin yang memang seharusnya mendapat bantuan.
“Nanti komisi IV akan berkunjung ke Kemensos dengan membawa data hasil verifikasi. Bila perlu agak ditambah untuk anggaran dinsosnya agar teman-teman di Puskesos bisa maksimal bekerja,” ungkapnya.
Sementara itu, data dari Dinsos Kabupaten Cirebon diketahui data warga miskin belum ada perbaikan sejak tahun 2015. Berdasarkan data tahun 2015, maka jumlah warga miskin di Kabupaten Cirebon tembus di angka 1 juta lebih dari jumlah penduduk sebanyak 2.184.380 jiwa.
Hal itu diakui Kepala Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan Partisipasi Sosial Masyarakat Dinsos Kabupaten Cirebon, H Deden Epih Saepina. Menurutnya, jumlah warga miskin di Kabupaten Cirebon mengacu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yakni sebanyak 1.063.177 jiwa pada tahun 2015.
Sedangkan dari tahun 2016 hingga tahun 2019, masih belum ada pendataan ulang warga miskin. “Sekarang data itu akan diperbaiki, karena data tersebut merupakan data lama. Mungkin di dalamnya ada yang sudah meninggal,” kata dia.
Deden menjelaskan, sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Kemiskinan, kewenangan verifikasi dan validasi data ada di Kemensos RI yang turunannya adalah Dinsos.
“Tapi tidak semua kabupaten atau kota di Indonesia melakukan verifikasi data yang dibiayai APBN. Karena anggarannya terbatas. Dan data kemiskinan yang kita miliki saat ini masih menggunakan data BPS. Sedangkan data bappelitbangda itu perhitungannya berbeda, karena hitungannya secara makro,” paparnya.
Data satu juta warga miskin itu terdiri dari penerima PKH, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Ke depan, semua data kemiskinan akan menggunakan data berbasis terpadu dari Kemensos RI melalui Dinsos. (Islah)