Warga Perumahan Puri Gandasari, Edi Djunaedi menjelaskan, mulanya ketika pabrik dijadikan tempat penjemuran jahe, warga perumahan tidak mempermasalahkannya.
Namun, dalam tiga bulan terakhir tempat tersebut berubah dan dijadikan sebagai produksi saos. Kondisi tersebut mendatangkan efek yang kurang baik terhadap warga perumahan karena menimbulkan aroma tidak sedap.
BACA JUGA: Siapkan Regulasi Khusus Awasi Pajak Bermotor ASN
Selain itu, mobilitas kendaraan truk besar yang melewati rumah warga juga membuat masalah tersendiri. “Baunya lumayan, dan itu terjadi setiap hari,” kata Edi.
Menurut Edi, pihaknya tidak pernah menuntut macam-macam dan tidak ada unsur kepentingan apapun. Hal itu terjadi karena dari pihak pabrik tidak mengajak warga perumahan untuk berkomunikasi.
“Kembalikan gudang seperti semula, tidak ada produksi, tanpa limbah, tidak brisik dan bau,” ujar Edi saat mediasi yang difasilitasi pemdes setempat, Rabu (19/2).
Dia menjelaskan, perumahan tersebut berdiri lebih dulu dari pabrik tersebut, yakni tahun 2012. Dan saat akan berdiri, pihak pabrik sendiri tidak pernah meminta izin atau pemberitahuan terlebih dulu kepada warga perumahan tersebut.
Sementara itu, Perwakilan Manajement PT Surabraja Putra, Azis Fauzi mengatakan, setelah ada keluhan dari warga Perumahan Puri Gandasari, maka pihaknya harus merapihkan semua itu, agar kembali kondusif. Aspirasi warga tersebut menjadi bahan introspeksi pihaknya.
BACA JUGA: Perbanyak Kerjasama untuk Dongkrak PAD
“Atas nama perusahaan tentu kami meminta maaf karena warga telah merasakan dampaknya,” terang Azis.
Dia menyebutkan, dalam tiga bulan terakhir pihaknya memang mengeluarkan produk baru dan meningkatkan produksinya. Belakangan diketahui, produk barunya itu ternyata berdampak pada terganggunya lingkungan sekitar.
“Keberadaan pabrik sendiri belum ada yang dilanggar. Adanya urugan di belakang pabrik itu bukan untuk perluasan. Tapi, sebagai tempat parkir mobil.yang bisa dipakai juga oleh warga untuk menaruh mobil ketika ada tamu. Yang pasti, kami siap untuk melakukan simbiosis mutualisme,” ucapnya.
Dia berharap, persoalan tersebut tidak perlu diperpanjang. Lebih baik dicari jalan tengahnya. Sehingga, keberadaan pabrik juga manfaatnya bisa dirasakan oleh warga. “Hasil mediasi dengan warga, kami sepakat untuk membenahi kekurangan kami,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang Penaatan Hukum dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup, Nur Alia Sumanti MM mengatakan, pihaknya sudah menindaklanjuti aduan dari masyarakat dan sudah cek lokasinya. Hasilnya, PT Surabraja Putra memang sudah mempunyai surat pengelolaan lingkungan hidup sejak tahun 2015.
BACA JUGA: Berjuang Penuhi Target 5.000 Labuh, PMI Kabupaten Cirebon Bentuk Kampung Darah
Kemudian, pihak PT juga telah mentaati peraturan Kementrian ATR tentang pertimbangan teknis (pertek) pertanahan. PT Surabraja Putra sudah mendapat persetujuan dan sudah memiliki OSS.
Namun, PT Surabraja Putra belum memiliki izin lingkungan karena belum mengantongi izin lingkungan dengan mengantongi rekomendasi UKL/UPL. “UKL/UPL-nya sedang diurus oleh pihak konsultan, sedang berjalan,” paparnya. (Islah)