MAJALENGKA, SC- Dianggap kotor dan kurang menguntungkan, banyak pemuda di Majalengka enggan untuk menjadi petani. Meski keluarganya memiliki lahan pertanian yang cukup luas, banyak di antaranya lebih memilih mencari pekerjaan lain, meski harus ke luar daerah.
Seperti diungkapkan Bandi, petani di Desa Bonang, Kecamatan Panyingkiran. Dia mengatakan, mencari buruh tani sekarang ini bukan lagi menjadi perkara mudah. Apalagi untuk petani yang masih muda.
“Anak-anak sekarang tidak ada yang mau menjadi petani. Jangankan menggarap sawah orang lain, punya sendiri saja enggan,” ungkapnya, Senin (8/6/2020).
BACA JUGA: Pembangunan Jembatan Cikadondong Majalengka Ditangguhkan
Menurut dia, banyak pemilik lahan di daerahnya kerepotan saat akan memulai penanaman padi. Penyebabnya tidak adanya buruh tani, sedangkan untuk mengolah sendiri tidak memungkinkan. Padahal, di daerahnya cukup banyak muda yang menganggur, tetapi saat ditawari untuk menggarap sawah mereka menolak.
“Yang ngangur banyak, tetapi ketika ditawari untuk menggarap sawah mereka menolak, alasannya selain kotor juga bayaranya kurang besar,” katanya.
BACA JUGA: Bantaran Sungai di Majalengka Jadi Lokasi Buang Sampah
Menurut Masduki, sebetulnya upah buruh tani sudah cukup besar, sehari bisa mencapai Rp70 ribu. “Kerjanya juga tidak penuh, biasanya mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 11.30 WIB, itu pun masih ditambah dengan makan sekali dan rokok satu bungkus,” jelasnya.
Hal senada dikatakan Asikin. Dua anaknya yang lulusan SMA menolak saat diajak mengolah sawah warisan keluarganya. Keduanya lebih memilih bekerja di perusahaan yang berada di Cikarang.
“Susah mengajak anak muda sekarang untuk bertani, padahal sawah milik sendiri,” keluhnya. (Dins)