MAJALENGKA, SC- Sejumlah test massal sejak beberapa pekan terakhir dilakukan di Kabupten Majalengka. Test tersebut meliputi rapid test dan swab, baik yang diinisiasi pemerintah maupun oleh para relawan yang tergabung dalam Jabar Baik.
Selain oleh pemerintah, Swab test juga dilaksanakan oleh relawan. Seperti dilakukan relawan Selasa (16/6/2020) kemarin, dengan metode rapid. Dalam pelaksanannya rapid test yang diinisiasi Relawan Jabar Baik Majalengka itu menyasar puluhan tenaga kesehatan (Nakes) di Puskesmas Palasah, Kabupaten Majalengka. Dari hasil test itu, seluruh peserta sebanyak 25 orang dinyatakan reaktif.
Aksi serupa, baik rapid test yang diinisiasi relawan maupun pemerintah kembali akan digelar pada hari-hari kedepan. Para relawan, masih menyasar kalangan nakes di sejumlah Puskesmas.
Menyikapi hal itu, Epidemiolog Ucu Supriatna mengatakan, dalam pelaksanaannya, rapid test memiliki keutamaan tersendiri. Hasil yang cepat keluar, salah satu keutamaan dari pemeriksaan dengan konsep Rapid test itu. Namun, hasil rapid test belum bisa dijadikan diagnosis Corona.
“Rapid test atau imunokromatografi menjadi bermanfaat karena hasil keluar lebih cepat, membutuhkan biaya lebih murah, dan dapat dilakukan pada lingkungan dengan tenaga dan sarana kesehatan yang terbatas,” kata Ucu.
BACA JUGA: Majalengka Bentuk Satgas Penegakan Disiplin
Rapid Test, jelas dia, dalam pelaksanaannya tidak perlu dilakukan di laboratorium dengan biosecurity level II, sehingga memungkinkan untuk dilakukan di hampir seluruh rumah sakit di Indonesia. Rapid test, kaitannya dengan Coronavirus (COVID-19) di Indonesia, lanjut dia, terdiri dari rapid test antibodi dan atau rapid test antigen.
“Pada rapid test antibodi, spesimen yang diperlukan darah dan dapat dilakukan pada komunitas. Sedangkan rapid test antigen, spesimen diambil dari swab orofaring atau nasofaring dan hanya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki biosafety cabinet,” ungkap dia.
Pemeriksaan RT PCR kata Ucu memiliki spesifitas yang tinggi, tetapi sensitivitasnya rendah, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang CT scan paru untuk mencari gambaran pneumonia akibat Covid-19.
“Pemeriksaan RT-PCR juga memiliki hasil negatif palsu yang tinggi karena sering mengandalkan swab tenggorok. Faktanya infeksi virus SARS-CoV-2 dimulai di paru-paru, bukan di saluran pernafasan atas. Selain itu, alat pemeriksaan ini tidak tersedia di semua fasilitas kesehatan karena membutuhkan biaya yang mahal dan tenaga yang terlatih, serta waktu yang lama dalam pengerjaannya,” jelasnya.
BACA JUGA: Tidak Ditemukan Penderita Positif Covid-19 di Kabupaten Majalengka
Kendati demikian, dua jenis pemeriksaan itu dapat di kombinasikan. Scrining awal, jelas dia, lebih tepat dengan metode rappid. Yang hasilnya reaktif, baru dilanjutkan dengan swab. Agar lebih efektif dalam penggunaanya. Apalagi pemeriksaan swab memerlukan keahlian khusus mulai dari pengambilan.
“Termasuk memperhatikan lingkungan tempat pengambilan. Karena spesimen harus disimpan dalam suhu tertentu. Bila tidak, spesimen bisa terjadi fals negatif,” paparnya. (Dins)