KUNINGAN, SC- Setelah tujuh SKPD di Kabupaten Kuningan didatangi Aliansi Jurnalis Kuningan Bersatu (Anarkis) menuntut transparansi alokasi dan penggunaan anggaran Covid-19, akhirnya aliansi yang terdiri dari wartawan media cetak, online dan elektronik, pada Selasa (7/7/2020), melakukan audiensi dengan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuningan.
Kedatangan mereka diterima langsung Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), L. Tedjo Sunarno, SH., M.Hum., Kasi Intelijen Mahardika Rahman, SH., MH., Kasi Pidana Khusus Ardhy Haryoputrantro, SH.,MH., Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Andi Manapang, SH., MH., dan Kasubsi Ideologi Politik Pertahanan Keamanan Sosial Budaya Keamsyarakatan Seksi Intelijen Wawan Gusmawan, SH.
“Kami ingin mengetahui sejauhmana pengawasan pihak yudikatif, dalam hal ini yaitu Kejaksaan Negeri dalam mengawal pengalokasian anggaran Covid-19 yang nilainya mencapai Rp 72,3 miliar. Jangan sampai anggaran APBD yang cukup besar dari hasil pengalihan anggaran pembangunan dan lain-lainnya hanya menjadi bancakan, dan tidak sesuai peruntukan,” papar Koordinantor Anarkis, Iyan Irwandi.
Anarkis menilai jika anggaran Covid-19 yang diperuntukan dalam 12 item kegiatan tersebut banyak yang tidak transparan, seperti dalam pengadaan alat dan obat untuk penanganan pasien Covid, pengadaan Rumah Sakit Darurat Covid-19, pengadaan stok sembako, Jaring Pengaman Sosial (JPS), aktivasi posko PR dan lainnya.
“Salah satu contoh dalam pengadaan Rumah Sakit Darurat Covid-19, ini ada kejanggalan-kejanggalan sejak kami beraudiensi dengan Dinas Kesehatan, ada beberapa tanggal pengadaan, aprasial dan lainnya yang tidak sinkron antara Dinkes dan PUTR. Juga anggaran untuk pengadaan obat, yang ternyata mengalami perubahan angka yang cukup fantastis dari parsial satu ke parsial 4,” katanya.
Lalu masalah anggaran aktivasi posko krisis centre, yang awalnya dianggarkan hanya Rp 1, 6 milyar, akan tetapi setelah parsial 4 menjadi Rp 11, 6 milyar. Angka yang sangat fantastis tersebut menjadi pertanyaan serius Anarkis, kemana larinya anggaran tersebut dan di item itulah, diduga menjadi bancakan karena diduga disawer hampir ke semua pihak, baik legislatif, yudikatif, ormas dan LSM.
“Untuk itu, kami hanya meminta pihak Kejaksaan supaya bisa mengawal alokasi tersebut seuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, baik undang-undang korupsi maupun peraturan hukum lainnya,” ujar Iyan.
Kajari Kuningan, L. Tedjo Sunarno mengatakan jika pihaknya akan mengawal penggunaan dana Covid-19 tersebut, dan akan terus bergerak terhadap apapun bentuk laporannya. Pihaknya akan menindaklanjutinya dari mulai data awal, penyelidikan, pidsus dan laporan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati). Pihaknya juga menepis terhadap adanya isu yang menyatakan jika penggunaan dana Covid-19 yang bersumber dari anggaran pemerintah, baik APBN maupun APBD tidak bisa dipidanakan.
BACA JUGA: Warga Keluhkan Maraknya Bank Keliling kepada Dewan
“Kata siapa tidak bisa dipidanakan, itu salah besar, bahkan bisa dihukum mati. Kita tetap mengacu kepada UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Dimana, jika ada unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain dan ada itikad tidak baik dalam penggunaannya maka akan tetap ditindak, meskipun ini dalam kondisi anggaran darurat Covid,” ujar Kajari Tedjo.
Sebagai langkah yang dilakukan saat ini, yaitu Kejaksaan sedang melakukan pendampingan di beberapa dinas yang menggarap anggaran Covid-19, yaitu di Dinas Kesehatan, Badan RSU ’45, RSUD Linggajati dan Dinas Sosial. Sekalipun pendampingan itu sendiri, dilakukan setelah SKPD-SKPD melayangkan surat permintaan pendampingan kepada Kejaksaan Negeri sekitar akhir Juni. Sedangkan khusus untuk pengadaan RS, dilakukan legal opinion (LO). (Nung)