KABUPATEN CIREBON, SC- Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumber Kabupaten Cirebon tidak segan-segan “sikat” koruptor penggunaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Desa (DD). Setiap pelanggaran atau penyimpangan penggunaan dana Covid-19 di wilayah Kabupaten Cirebon akan ditindak tegas jika benar-benar terbukti korupsi dalam penggunaan dana tersebut.
Demikian disampaikan Kasi Intel Kejari Kabupaten Cirebon, Wahyu Oktaviandi menanggapi adanya dorongan dari Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon terkait dugaan korupsi dana Covid-19 di Desa Jagapura Kulon, Kecamatan Gegesik.
Menurut Wahyu, penyelewengan dana Covid-19 termasuk kejahatan berat. Pihaknya akan langsung menindaklanjutinya jika memang terjadi penyimpangan. Oleh karena itu, Wahyu meminta kepada masyarakat jika mengetahui terjadinya penyalahgunaan dana tersebut lengkap dengan bukti-buktinya, segera laporkan ke Kejari Kabupaten Cirebon.
“Apabila ada indikasi penyimpangan pasti akan kami tindak apabila masyarakat memiliki bukti atas penyelewengan tersebut, silakan laporkan ke kami. Intinya Kejaksaan akan terus melakukan pengawasan terhadap dana terkait Covid-19,” ujar Wahyu, Senin (20/7/2020).
Untuk data dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 di Desa Jagapura Kulon yang akan diserahkan oleh anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, sampai saat ini Wahyu mengaku masih belum menerima data tersebut. Ia menegaskan, jika benar ada aduan atau laporan masyarakat terkait penyimpangan dana tersebut, pihaknya pasti bakal mengutamakannya untuk ditindaklanjuti.
“Belum saya cek. Tapi kelihatannya untuk (laporan) penyelewengan dana Covid-19 belum ada. Karena kalau (ada laporan penyelewengan) dana Covid-19 biasanya saya dahulukan dibanding laporan yang lain,” kata Wahyu.
Dia menambahkan, pihak yang melakukan penyimpangan dalam penggunaan dana Covid-19 sama saja dengan melakukan tindakan korupsi dana bencana. Artinya, kata Wahyu, hukuman berat bakal menanti pelaku penyelewengan dana tersebut. Bahkan, hukuman maksimal berupa hukuman mati bisa diterima oleh koruptor dana Covid-19.
“Ancamannya maksimal hukuman mati. Dalam UU Tipikor sendiri ada ancaman pemberatan apabila seseorang melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan bencana,” papar Wahyu.
BACA JUGA: Dewan Bakal Sodorkan Data Jagapura Kulon ke Kejari
Sementara saat dikonfirmasi, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Yoga Setiawan mengaku belum memberikan data dugaan penyelewengan dana Covid-19 Desa Jagapura Kulon. Ia mengaku akan menyerahkannya dalam waktu dekat ini.
“Memang belum kami serahkan. Nanti akan kami serahkan hari Selasa, karena sekarang sampai Senin kami sedang kunjungan kerja ke luar kota,” ujar Yoga.
Diberitakan sebelumnya, Kabar Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Yoga Setiawan yang akan menyodorkan data dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa (DD) ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumber, sudah didengar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon, Imam Ustadi. Jika benar nanti dilakukan pemeriksaan oleh pihak Kejari, pihak DPMD tidak akan ikut campur. Karena itu sudah bukan ranah DPMD lagi, melainkan jadi ranah Kejari.
Kepada Suara Cirebon, Imam Ustadi mengaku hanya berfikiran positif saja. Dia meyakini BLT DD Desa Jagapura Kulon sudah dilaksanakan sesuai dengan regulasi yang tertuang dalam peraturan Kemendes RI. “Kalau ketentuan, saya lihat ada Musdesusnya, ada berita acaranya,” ujar Imam di ruang kerjanya, Jumat (17/7/2020).
Namun, diakui Imam, dorongan dari pihak DPRD tersebut, mungkin terjadi karena berawal dari data yang kurang valid. Oleh karena itu, pihaknya sudah meminta kepada pihak Pemdes Jagapura Kulon segera memperbaiki data yang kurang valid tersebut. Hal itu agar tidak terjadi irisan atau tumpang tindih bansos di tengah masyarakatnya.
Menurut Imam, permintaannya itu sudah disampaikan ke pihak desa yang bersangkutan pada saat audiensi dengan Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon beberapa waktu lalu. “Pada saat audiensi kita sampaikan di situ, yang penting valid-kan data,” tandasnya.
Namun, lanjut Imam, kurang tepatnya data penerima bansos di desa tersebut, dimungkinkan juga terjadi karena kuwu masih baru dan kurang bersosialisasi. Sehingga dimungkinkan terjadi hambatan komunikasi yang membuat tidak maksimalnya penggalian data.
“Karena baru, jadi mungkin kurang data ya, mungkin (Kuwu) kurang sesrawungan (bersosialisasi). Mungkin tadi terjadi hambatan komunikasi,” papar Imam.
BACA JUGA: Kejari Kabupaten Cirebon Kawal Anggaran Covid Rp124 M
Oleh karenanya, dia mengaku sudah menginstruksikan kepada pihak pemdes setempat agar data penerima bansos dari pemerintah melalui sembilan pintu, dipampang di depan balai desa. “Di situ ditulis data KK-nya berapa, yang dapat bantuan PKH berapa, BPNT berapa, bantuan gubernur berapa, ini yang dapat dari bantuan Bupati, ini yang dari BLT DD, dijelaskan,” kata Imam.
Seperti diketahui, imbuh Imam, amanat Kemendes RI sudah mengatur DD untuk penaganan Covid-19 bisa dipergunakan untuk membantu masyarakat terdampak Covid-19. (Islah)