Oleh : Husein Fauzan Putuamar
*)Staf Pengajar pada STIKes Cirebon
KELUARGA Berencana (KB) di Indonesia pada awalnya diprakarsai sekelompok kecil masyarakat yang peduli terhadap perencanaan keluarga. Kemudian, sekitar tahun 1953, aktivitasnya semakin mengkristal hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957.
Untuk mengelola Program KB yang lebih serius, pada tahun 1968 pemerintah membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Lembaga ini tidak berlangsung lama, hingga pemerintah kemudian membentuk sebuah institusi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 1970, sebagai institusi pemerintah non departemen yang bertugas mengkoordinasikan Program KB secara nasional. Sejak itu, KB di Indonesia mulai dirancang sebagai salah satu program pemerintah. Dari sinilah pemerintah mulai mencurahkan perhatian pada persoalan kependudukan.
50 tahun yang lalu tepatnya 29 Juni 1970, BKKBN (sekarang: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) mendapat legitimasi mengkoordinasikan upaya merubah sikap, prilaku, norma, dan budaya, dari keluarga besar menjadi keluarga kecil, sebagai salah satu prasyarat dalam membangun sebuah keluarga yang bahagia dan sejahtera. Waktu itu, KB termasuk katagori program yang masih dianggap aneh, tabu, sulit dan belum diterima oleh sebagian besar masyarakat. Untuk lebih meningkatkan keberhasilan program, KB mulai diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan lain. Seperti, KB diintegrasikan dengan kesehatan melaui kelompok penimbangan (pokbang), KB dengan perkebunan melalui pemberian pohon kelapa hibrida bagi akseptor lestari, KB dengan ekonomi melalui usaha peningakatan pendapatan keluarga akseptor (UPPKA), dan lain-lain. Dengan harapan, upaya integratif yang semakin sinergis itu mendapatkan pengakuan dan komitmen dari semua lapisan masyarakat.
Program KB sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang kependudukan, memiliki implikasi yang tinggi terhadap pembangunan kependudukan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Oleh karena itu, Program KB memiliki posisi strategis dalam upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk melalui pengendalian kelahiran dan pendewasaan usia perkawinan (secara kuantitatif), maupun pembinaan ketahanan dan peningkatan kesejahteraan keluarga (secara kualitatif) dalam mewujudkan keluarga yang kecil dan sejahtera. Sehingga tidak aneh, apabila KB diposisikan sebagai bagian penting dari strategi pembangunan bangsa. Sebab, apabila KB tidak berhasil, akan berimplikasi negatif terhadap sektor pembangunan lain seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sector lainnya.
Pada waktu itu, kondisi lingkungan strategis cukup kondusif, khususnya dinamika kehidupan ekonomi dan politik yang relatif stabil, serta kekuatan pemerintah yang memberikan peluang besar kepada BKKBN untuk mengembangkan manajemen strateginya secara optimal. Para aktor politik, dan sosial digerakan untuk dapat memainkan peran secara aktif dan akomodatif sesuai dengan job masing-masing.
Secara sistematis dan rasional, BKKBN telah berhasil meyakinkan pimpinan negara, untuk memosisikan KB menjadi salah satu prioritas utama pembangunan nasional. Presiden secara konsisten telah memperlihatkan keberpihakannya untuk memobilisasi berbagai dukungan untuk keberhasilan program. Komitmen politis itu telah memperkuat pendekatan teknis administratif dan pendekatan kultural untuk membangun KB secara bertahap (waktu itu sistem pemerintahan masih sentralistik). Sebut saja, dukungan Mendagri (menteri dalam negeri) yang memiliki kekuatan besar dalam sistim birokrasi di Indonesia, dengan kewenangan dan peranannya dalam mengendalikan garis komando kepada para gubernur, bupati/ walikota sampai camat dan kepala desa (kuwu) atau lurah. Sehingga KB ditetapkan sebagai salah satu dari 10 sukses pembangunan daerah.
Penghargaan dari setiap keberhasilan aktivitas program, pada acara-acara khusus langsung disampaikan dan dikomunikasikan oleh presiden sebagai pimpinan tertinggi negara, dengan tujuan untuk memosisikan peran pengelola program dengan bangga dan terhormat. Ternyata hal itu mampu mengungkit partisipasi masyarakat dalam program KB. Selain itu, dikembangkan pula berbagai inovasi kegiatan dengan mengemas program agar tetap dapat tampil dengan segar dan berjalan selaras dengan isu pembangunan nasional.
Hampir tidak ada yang meragukan, Program KB di Indonesia telah berjalan dengan gemilang. Konon, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Internasional (International Training Program) BKKBN sekitar lima tahunan telah dikunjungi lebih dari 5.000 pejabat tidak kurang dari 50 negara di dunia untuk belajar keberhasilan Indonesia dalam bidang kependudukan dan Keluarga Berencana.
BKKBN telah berhasil menyinergikan berbagai kekuatan yang ada. Out put-nya adalah komitmen politis yang tinggi baik di tingkat nasional, regional maupun lokal seiring dengan penanganan teknis administratif dan pendekatan kultural yang dilaksanakan secara professional, proporsional dan konsisten selama tidak kurang dari 25 tahun. Namun dengan adanya krisis moneter dan ekonomi yang berkepanjangan, mengakibatkan melemahnya daya beli masyarakat. Hal itu, berdampak pula pada bertambahnya keluarga miskin, dan meningkatnya tarif pelayanan KB yang membawa implikasi besar terhadap program KB.
Pada sisi lain terjadi pergeseran perimbangan konstelasi politik seiring dengan tumbuhnya multi partai, perubahan peran sospol ABRI (sekarang TNI), terjadinya ledakan partisipasi politik dengan suasana euphoria, keterbukaan dan demokratisasi. Perubahan juga terjadi pada pola interaksi eksekutif dan legislatif, dan semakin terbukanya isu Hak Azasi Manusia (HAM). Dinamika itu semakin meningkat dengan berkembangnya perubahan pola hubungan antara pusat dan daerah sejalan dengan perubahan peran dan stuktur pemerintah daerah, serta otonomi yang semakin luas di kabupaten/ kota.
Berbagai perubahan kondisi lingkungan strategis di atas, berdampak pada model manajemen program. Dengan segala keterbatasan anggaran pemerintah, alternatif efektifitas dan efisiensi menjadi pertimbangan utama (survive). Disatu pihak secara pro aktif mendorong kepedulian dan peran serta masyarakat dalam membangun dan mempertahankan kemandirian. Dipihak lain perlindungan dan pelayanan fasilitas pemerintah difokuskan pada keluarga yang tergolong miskin yaitu keluarga prasejahtera dan sejahtera I alasan ekonomi. Karena, apabila dibiarkan, dikhawatirkan berakibat pada meningkatnya kembali tingkat fertilitas yang dapat mengakibatkan terjadinya ledakan bayi (baby boom).
Program KB merupakan program yang mendunia. Hal ini sejalan dengan hasil kesepakatan ICPD (International Conference on Population and Development) 1994 di Kairo Mesir, dan beberapa pertemuan internasional ikutannya seperti ICPD + 5 di Den Haag tahun 1999, yang menegaskan bahwa program KB disepakati untuk diperluas dan dikembangkan menjadi program kesehatan reproduksi.
ICPD tahun 1994, menyebutkan bahwa kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan fisik, mental dan sosial yang baik secara menyeluruh dalam semua hal yang berkaitan dengan sistim reproduksi, fungsi dan prosesnya. Tujuan yang ingin dicapai, bukan lagi hanya bertumpu pada aspek demografis (kuantitatif), tetapi lebih ditekankan pada peningkatan kualitas hidup individu (kualitatif). Hak-hak reproduksi sebagai bagian integral dari HAM, pencegahan kekerasan seks, pemberdayaan perempuan, peningkatan peran pria, kesehatan reproduksi remaja, pengentasan kemiskinan, keterjangkauan terhadap pelayanan yang berkualitas mendapat porsi yang lebih besar.
Persoalan kesehatan reproduksi berkaitan erat dengan aspek sosial, hukum, keadilan, ekonomi, otonomi, moral, agama, dan ada tidaknya unsur pemaksaan dalam keluarga dan masyarakat. Karena itu pendidikan kesehatan reproduksi perlu diberikan bukan hanya pada kaum perempuan saja, tetapi juga pada pria, remaja,dan tokoh masyarakat.
Terakhir, kini Program KB dalam nuansa otonomi daerah sepatutnya menjadi sebuah program prioritas, mengingat program itu memiliki daya ungkit terhadap sektor pembangunan lain, bahkan merupakan dasar dari program-program pembangunan lainnya. Memang, hasil program KB tidak dapat dirasakan seketika seperti pedasnya makan cabe atau mudahnya membalikkan telapan tangan. Namun yakinlah bahwa Program KB memiliki daya inves yang tinggi dimasa depan. Dirgahayu Program KB Indonesia ! Selamat Hari Keluarga Nasional. Wallahu a’lam.***