KOTA CIREBON, SC – PT Toba Sakti Utama (TSU) secara resmi menutup Pusat Pembelanjaan Gunungsari Trade Center (GTC), Kamis (24/9/2020).
Penutupan oleh TSU selaku investor dan pembangun gedung dilakukan dengan persetujuan pihak PT Prima Usaha (PUS) yang sebelumnya merupakan pengelola GTC. Sebelumnya selama hampir dua belas tahun GTC dikelola PT PUS. Namun seiring berjalannya waktu, ada perpecahan internal PT PUS, yakni antara Direktur PT PUS Frans Mangasitua Simajuntak dengan komisaris PT PUS Wika Tandean.
Kuasa Hukum Direktur PT PUS, Sharoni Iva Sembiring SH, mengatakan, selama 12 tahun sejak dibangunnya GTC pengelolaannya telah dikuasi oleh komisaris yakni Wika Tandean.
“Sejak tahun 2009 dibangun dan berdirinya GTC ini, pengelolaan dikuasi oleh Wika sebagai komisari PT PUS, seharusnya komisaris itu pasif tidak boleh bertindak melaksanakan roda organisasi,” kata Sharoni kepada media.
Menurutnya, sesuai Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas Persero, segala aktivitas perusahaan yang bertindak itu adalah direktur.
“Harusnya kan direktur yang bertindak segala kegiatan di GTC termasuk pengelolaan, yang melaksanakan roda organisasi kan harusnya direktur ternyata komisaris bertindak sendiri melakukan pelanggaran,” katanya.
Pelanggaran yang dimaksud Sharoni, yakni, melakukan dua kali rapat umum pemegang saham luar biasa di pengadilan, dengan tujuan ingin menurunkan saham Frans sebagai direktur.
“Saat itu masing-masing saham Wika sabagai komisaris 50%, Frans sebagai direktur 50%. Jadi Pak Wika itu sebagai komisaris sudah merekayasa, sudah dua kali rapat gagal total, dan berniatan ingin menguasai GTC,” ungkap Sharoni
Selain ingin merebut saham dari kliennya, Sharoni menduga ada penggelapan uang perusahaan yang dilakukan Wika selama mengelola GTC.
BACA JUGA: Pemkot Keluarkan Surat Peniadaan Tradisi Muludan
Sehingga menurut Sharoni yang dilakukan oleh PT Toba Sakti Utama yakni menutup semua aktivitas di GTC adalah hal yang wajar, sebab segala unsur yang dilakukan PT TSU yakni unsur perdata tidak ada unsur pidana.
“Kewenangan dalam hal ini, kepemilikan gedung tersebut yaitu PT TSU sehingga apabila TSU melakukan tindakan hukum, ya kami tetap sesuai prosedur apa yang dilakukan PT TSU kita ikuti. Yang melakukan penutupan ini (GTC) PT TSU dan kami sebagai direktur PT PSU apabila Toba sakti melakukan itu ya sudah, memang selama ini klien kami tersingkirkan, sehingga PT TSU mau ambil alih, ya apa boleh buat,” katanya.
Bahkan kata Sharoni, para penyewa ruko di GTC ini telah melakukan pelanggaran, dalam hal ini banyak para penyawa yang melakukan perjanjian dengan orang suruhan Wika.
“Tenant di sini banyak yang bodong karena melakukan perjanjiannya bukan dengan klien kami sebagai direktur PT PUS tapi kepada orang suruhannya Wika,” kata Iva.
Di tempat yang sama kuasa hukum PT TSU Eka Agustrianto mengatakan mulai hari Kamis (24/9/2020) kemarin segala aktivitas di GTC sementara ditutup.
“Nanti kita akan koordinasi kepada para penyewa dan penyewa akan melakukan registrasi terhadap apa yang nanti kita cari perjanjian yang sahnya dengan siapa oleh karena itu nanti kita akan menej dulu,” kata Eka.
Langkah selanjutnya, tim hukum PT TSU dan PT PUS akan bergerak bersama mencari tahu para penyewa ini melakukan perjanjian dengan siapa.
“Saya tegaskan hanya gedung GTC saja yang kami tutup, pasar tradisional tidak ada penutupan hanya gedung GTC saja yang ditutup,” katanya.
Pihaknya pun juga, akan melakukan pelaporan tindak pidana karena ada dugaan penggelapan uang perusahaan yang dilakukan komisari PT PUS Wika Tandean.
“Kami akan melakukan pelaporan ke mabes polri karena ada penggelapan uang perusahaan insya Allah kami akan melakukan pelaporan pada hari Senin,” tuturnya.
Sementara, kuasa hukum komisari PT PUS Ferry Ramadha mengungkapkn, Wika Tandean yang merupakan komisaris PT PUS ikut mengeluarkan dana saat GTC dibangun.
“Klien saya tidak mau menyebutkan nilainya berapa. Tapi dari total pembangunan GTC sebesar Rp 16 miliar pada 2009, klien saya menggelontorkan sebagian besar dana tersebut. Sekarang, kami minta kepada PT TSU untuk membuktikan jika perusahaan tersebut memang membiayai pembangunan saat GTC dibangun melalui sistem kerja sama building operational transfer (BOT) dengan Perumda Pasar Berintan,” ungkapnya.
BACA JUGA: Buntut Konflik Dua PT, GTC Terancam Ditutup
Feri menyebutkan, kliennya merupakan korban dari Frans Simanjuntak. Frans sendiri merupakan anak dari Ramli Simanjuntak selaku Direktur PT TSU.
“Frans merupakan direktur di PT PSU. Pak Wika itu korban, beliau tidak begitu paham bagaimana mekanisme kerja sama dengan Perumda Pasar Berintan saat itu. Pak Wika dijanjikan oleh Frans dengan diiming-imingi keuntungan agar menggelontorkan dana untuk pembiayaan pembangunan GTC,” tandasnya. (M Surya)