KABUPATEN CIREBON, SC- Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon mulai memperkenalkan beras analog kepada masyarakat. Meskipun belum diproduksi secara massal, namun masyarakat hingga pejabat yang sudah mencicipi nasi dari beras analog, memberikan respon positif. Bukan karena rasanya saja yang enak, tapi memakan nasi dari beras analog juga bisa membuat perut tidak mudah lapar.
Kepada Suara Cirebon, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon, H Muhidin, mengatakan, beras analog ialah diversifikasi pangan diluar beras. Diversifikasi pangan sendiri merupakan salah satu dari empat pilar program unggulan dari Kementrian Pertanian (Kementan).
Ia menjelaskan, bahan baku beras analog yang diproduksi pihaknya itu, terbuat dari sagu. Pihaknya lebih memilih sagu sebagai bahan baku beras analog mengingat ketersediaan sagu cukup melimpah. Sebenarnya, kata dia, bahan baku beras analog bukan hanya sagu. Tapi ubi kayu, jagung, kentang dan pisang juga bisa dijadikan sebagai bahan baku beras analog.
Namun, harga sagu per kilogram sagu harganya dinilai relatif lebih murah. Bahkan, pihaknya mengaku bisa dengan mudah mendapatkan bahan baku tersebut. “Diversifikasi pangan non beras ini bahan bakunya kita gunakan sagu. Tapi sagunya dari sumatera yang melimpah digudang Pekalipan Kota Cirebon,” ujar Muhidin kepada Suara Cirebon, Kamis (1/10/2020).
Dijelaskan Muhidin, saat ini pemrosesan bahan baku sagu hingga menjadi butiran beras masih menggunakan mesin yang tidak hemat biaya. Sehingga, setelah dikalkulasi biaya produksinya, harga jual beras analog memang masih cukup tinggi, yakni Rp 50 ribu per Kg. “Saat ini kita edarkan face to face, kalau ketemu pesan. Yang sudah tahu ya pesan. Harganya kita jual per kilo Rp 50 ribu,” kata Muhidin.
Dengan banyaknya animo masyarakat terhadap beras analog tersebut, sambung dia, Dinas Ketahanan Pangan berencana meningkatkan kapasitas produksinya dengan cara memodifikasi mesin agar bisa lebih menghemat biaya produksi namun hasilnya bisa tetap banyak. Selain itu, pihaknya juga akan menempuh proses perizinan dari BPOM Jakarta terlebih dahulu. Ia menargetkan, proses izin ke BPOM akan segera ditempuh pada pekan depan. “Ingin ada izin dari BPOM-nya dulu, lalu kita buat kemasannya kemudian kita legalkan dan kita hitung agar harganya pantas,” terangnya.
Muhidin menambahkan, produksi beras analog yang dilakukan pihaknya itu bukan berarti Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) menipis atau berkurang. Program tersebut justru menjadi salah satu penunjang program swasembada pangan Kabupaten Cirebon. Mengingat, lahan pertanian juga bukan semakin bertambah . “Ini bisa tahan lapar dan untuk yang punya penyakit diabetes ini bagus karena karbohidratnya sedikit. Target kita, setelah ada izin dari BPOM kita pruduksi lebih banyak,” ungkapnya. (Islah)