KABUPATEN CIREBON, SC- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon menyatakan, persoalan alih fungsi lahan pertanian produktif yang dijadikan lahan kavling telah masuk dalam agenda pembahasan antara Bupati dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Kabupaten Cirebon.
Hal itu dikemukakan Asisten Daerah (Asda) 1 Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Cirebon, Hilmy Rivai menyikapi adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan beberapa ormas yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Cirebon Menggugat (ARCM) di kantor Bupati Cirebon, beberapa hari lalu.
Hilmy Rivai mengatakan pembentukan tim penindakan persoalan tersebut saat ini hanya tinggal menunggu keputusan Bupati Cirebon H Imron Rosyadi dengan Forkompimda Kabupaten Cirebon.
Ia mengaku, beberapa hari yang lalu sudah menyerahkan berkas permohonan tuntutan dari para pengunjuk rasa guna dipelajari dan di konsultasikan ke Kabag Hukum Pemkab Cirebon guna menentukan teknis dan tindakan selanjutnya.
“Apakah ada permintaanya yang tidak sesuai dengan landasan hukum atau tidak, kan tidak sembarangan juga Pak Bupati, dan sekarang berkasnya sudah ada dan akan dikonsultasikan ke Forkompimda,” kata Hilmy, Senin (19/10/2020).
Hilmy menjelaskan, bupati mengkoordinasikan terlebih dahulu ke dinas-dinas terkait seperti Dinas Pertanian kaitan dengan lahan pertanian, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) kaitan dengan pengkavlingan, serta Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Cirebon untuk pemanfaatan lahan.
Ia menyebutkan, saat ini Kabupaten Cirebon masih memiliki ruang lahan seluas 18 ribu hektare dari total luas sekitar 58 ribu hektare lahan pertanian, karena berdasarkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon hanya telah ditetapkan seluas 40 ribu hektare lahan yang pertahankan sehingga sisa ruang tersebut bisa untuk dimanfaatkan selain untuk pertanian.
Menurutnya, Sikap pemerintah dalam hal ini meliliki komitmen yang sama kuat dengan elemen masyarakat yang menolak hal tersebut, yang mana berkeinginan menjaga lahan pertanian produktif agar tidak dialihfungsikan.
“Berarti masih ada sekitar 18 ribu hektare yang boleh dimanfaatkan selain untuk lahan pertanian bisa untuk industry. Itupun harus dilihat apakah lahan pertanian produktif atau memang sudah tidak produktif kita diusahakannya yang paling minimal yang tingkat produktifitas nya rendah dan itu berdasarkan perteknya BPN, kalau BPN memberikan pertimbangan teknis,” paparnya.
Tapi prinsipnya, lanjut Hilmy, pengalihan lahan itu pak kadis juga sudah komitmen tidak akan diberikan izin untuk pengalihan manfaat lahan dari pertanian termasuk juga PUPR. Untuk pengkavlingan-pengkavlingan tersebut juga tidak diperkenankan bahkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman itu bisa eksekusi.
BACA JUGA: DPUPR Tegaskan Usaha Kavling Rugikan Pemda
“Untuk melakukan pelarangan hanya bentuk eksekusi penutupan pelarangan bagi yang sudah dilaksanakan tetap harus komunikasi dengan Forkompimda, Satpol-pp tidak bisa bergerak secara mandiri untuk menutup melakukan police line dan sebagainya,” ujarnya.
Sedangkan, guna meredam gejolak masyarakat, diperlukan adanya tindakan awal. Sementara mengenai status hukum hal itu harus melalui koordinasi dengan Forkompimda.
“Karena wilayah hukum adalah polisi dengan kejaksaan itu sudah dilakukan kordinasi,” pungkasnya. (Joni)