SUMBER, SC- Puluhan anggota Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) mengikuti uji materiil sejumlah pasal Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual ruangan Command Center Gedung Sekertaiat Daerah (Setda) Kabupaten Cirebon, Rabu (18/11).
Dalam sidang tersebut, mereka mengajukan perbaikan permohonan pengujian materiil pasal 6, pasal 81 angka 15, angka 18, angka 19, angka 25, angka 29, penjelasan angka 42 dan angka 44 Undang – Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020 nomor 245, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor (6573) terhadap pasal 22A, pasal 27 ayat (2) dan pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Ketua umum DPP FSPS, Deni Sunarya mengatakan, pihaknya menginginkan klaster ketenagakerjaan pada Undang-Undang tersebut dicabut atau dikeluarkan. Kemudian, dapat dikabulkannya permohonan provisi.
BACA JUGA: Optimis, Tahun 2021 IAIN Cirebon Jadi UIN
“Artinya Undang -Undang Cipta Kerja bisa dihentikan terlebih dahulu, dicabut untuk sementara. Mengingat yang uji materi tidak hanya dari kami, akan tetapi ada sekitar 6 penguji. Ini akan memakan waktu lama dan untuk menjaga kekosongan hukum. Makanya kami ajukan permohonan provisi, agar Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 masih bisa berlaku,” kata Deni usai sidang tersebut.
Ia menjelaskan, ada beberapa pasal dalam Undang -Undang Cipta kerja yang menurutnya menjadi pasal-pasal krusial. Terkait hal itu, pihaknya melakukan permohonan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi terkait pasal-pasal dalam Undang-Undang tersebut.
“Pasal-pasal krusial tentunya tentang hubungan kerja yang sering kita sebut tenaga kerja kontrak. Kemudian tentang outsourching dan juga perhitungan pesangon. Sampai saat ini kami baru menjalani dua kali sidang, yang pertama pembacaan gugatan dan yang kali ini adalah perbaikan gugatan,” kata Deni.
BACA JUGA: Ayu: PAW Wakil Bupati Cirebon Mutlak Hajat PDI Perjuangan
Untuk jadwal sidang selanjutnya, lanjut dia, masih menunggu hasil musyawarah hakim yang nantinya dikonfirmasi untuk jadwal sidang selanjutnya.
“Tentunya kami dari awal sudah percaya bahwa Mahkamah Konstitusi adalah Mahkamah yang bisa mengubah Undang-Undang. Tidak ada langkah-langkah kami selain memperdalam Undang-Undang yang sudah disahkan pemerintah. Memperbanyak materi-materi untuk memperjuangkan alasan-alasan, kenapa kami menolak,” pungkasnya. (Joni)