MAJALENGKA, SC- Sejumlah kalangan meminta agar kasus azan jihad yang dilakukan oleh tujuh warga Kabupaten Majalengka tak selesai dengan hanya pernyataan maaf. Proses hukum terhadap pelaku diharapkan tetap dilakukan agar hal serupa tidak terulang kembali.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Majalengka, KH Anwar Sulaeman berharap pihak berwenang tetap mengusut kasus tersebut hingga tuntas. “Kami berharap Polres Majalengka mengusut warga yang melafalkan adzan menyimpang dalam rangka penegakkan hukum sesuai aturan,” katanya, Kamis (3/12/2020).
Menurut Anwar, Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengganti bacaan azan, atau menggantinya dengan Hayya Alal Jihad. Anwar Sehingga lafadz azan dalam video tersebut merupakan suatu bentuk penyimpangan. Azan merupakan seruan untuk shalat redaksinya sudah baku dan tertuang dalam berbagai hadist Rasulullah.
“Bacaan azan itu bersifat taufik kepada syariat, mengikuti ketentuan syar’i, dan berlaku secara internasional,” jelasnya.
Selain itu, tambahnya perbuatan para pelaku ini berpotensi menimbulkan kekhawatiran di masyarakat, dengan mengacungkan senjata tajam ketika azan jihad dikumandangkan.
Senada dikatakan anggota DPRD Kabupaten Majalengka H. Hamzah Nasyah. Anggota Fraksi PDIP ini mengatakan, permohonan maaf saja tidak cukup. Menurutnya persoalan ini harus diusut sampai tuntas agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Menurutnya, apa yang terjadi bukan karena tidak sengaja atau khilaf, tapi ia menduga ada unsur kesengajaan serta kepentingan di baliknya.
“Proses hukum ini juga sebagai pelajaran dan efek jera bagi masyarakat, bahwa ini negara hukum, segala sesuatu perbuatan itu ada konsekuensinnya,” tegasnya.
Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri Majalengka (Kajari Majalengka), Dede Sutisna menilai tindakan para pelaku dalam video azan ‘Hayya Alal Jihad” sebagai seruan jihad termasuk sebagai penodaan agama.
“Tadi dijelaskan juga oleh Ketua MUI Jawa Barat, bahwa itu merupakan penodaan agama,” ungkap Dede. Sementara dari sisi pembuatan dan penyebaran videonya kata Kajari telah melanggar Undang-Undang ITE.
BACA JUGA: Pelaku Azan Jihad Mengaku Khilaf
“Jadi, dari kaca mata saya sebagai penegak hukum dari penanyangan video tersebut, ada empat Undang-Undang yang dilanggar,” ucapnya.
Empat Undang-Undang yang dimaksud lanjutnya yakni Undang-Undang Nomor 1 tahun 1965 dan pasal 156 serta pasal 157 KUHPidana tentang Undang-Undang Darurat Senjata Tajam. “Penodaan agama, sedangkan untuk pembuatan serta penyebaran videonya merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang ITE,” jelasnya. (Dins)