TENGAHTANI, SC- Seorang petani asal Desa Palir, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon, Kadmeri (46), mengeluhkan pupuk urea bersubsidi yang tersedia di salah satu Kios atau agen pupuk dan obat-obatan pertanian di Blok Truag, Desa Dawuan, Kecamatan Tengahtani. Pasalnya, pupuk urea bersubsidi tersebut tidak bisa dibeli.
Akibatnya, ia harus rela merogoh kantong lebih dalam untuk membeli pupuk non-subsidi. Padahal, harga pupuk non-subsidi ber-merk Nitrea itu jauh lebih mahal, yakni Rp320 ribu per 50 Kg. Sedangkan, pupuk bersubsidi ber-merk urea yang biasa ia beli hanya dibanderol Rp90 ribuan per 50 Kg.
“Iya musim tanam ini kebutuhan pupuk tidak beres. Pupuknya disuruh belinya yang mahal. Saya jadi petani kan hancur kalau begini, harga jual gabahnya tidak seberapa,” ujar Kadmeri kepada Suara Cirebon, Selasa (22/12/2020).
Kadmeri menjelaskan, ketika hendak membeli pupuk di kios langganannya, penjual atau pemilik kios tidak memperbolehkan dirinya membeli pupuk bersubsidi tersebut. Lantaran belum mendapat persetujuan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Sebab, kartu yang dimilikinya belum aktif, sehingga belum bisa digunakan.
Ia mengaku memiliki lahan garap sawah seluas 2 bau. Lahan seluas itu, kata dia, membutuhkan pupuk urea sebanyak 4 kwintal per musimnya. Menurutnya, meskipun harganya berbeda jauh, namun kualitas pupuk antara non-subsidi dengan pupuk bersubsidi tidak jauh berbeda.
“Ini kan pakainya empat kwintal kan berapa. Kalau tiga saja kan sudah kelihatan, tiga ratus dua puluh ribu kali tiga, sama ongkos kan sudah satu juta. Kalau pupuk subsidi kan bisa dapat banyak, nah pupuk ini cuma dapat tiga saja dari harga segitu tuh,” tutur Kadmeri. Ia berharap, pemerintah bisa memberi kebijakan kepada para petani di desanya untuk mengijinkan petani membeli pupuk bersubsidi.
Sementara itu, Kasie Ekbang Desa Palir, Ali Sa’i, menyampaikan, awalnya Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK) di Kecamatan Tengahtani masih mencukupi. Artinya stok pupuk bersubsidi masih cukup hingga akhir masa tanam.
Namun, kata dia, para petani didesanya tidak bisa membeli pupuk tersebut. Padahal, pihak kios penyedia pupuk sudah menyarankan bisa membeli dengan syarat menggunakan formulir 1 dan meminta persetujuan PPL setempat, ketika kartu tani belum bisa digunakan.
“Kebetulan kata yang jual pupuknya, yang di Gunatani tuh silahkan pakai form (Formulir, red) 1 tuh boleh. Silahkan minta tandatangan ke PPL-nya, sedangkan PPL-nya tidak mau tandatangan. Jadi bagaimana mau beli pupuknya petani,” papar Ali.
Menurut Ali, petugas PPL tersebut berdalih takut berurusan dengan hukum atau dipenjara bilamana menandatangani formulir tersebut. “Tidak mengerti, urusan itu-nya sih tidak mengerti. Kan distributornya juga sudah membolehkan pakai form 1 juga,” terang Ali.
Ia menjelaskan, total luas lahan pertanian di Desa Palir seluas 55 hektare. Sehingga membutuhkan pupuk kurang lebih 247,5 kwintal. Rinciannya, setiap hektar lahan membutuhkan sebanyak 4,5 kwintal pupuk. “Dimusim ini saja, di musim akhir. Tidak tahu alasannya apa sih,” ungkapnya. (Joni)