KUNINGAN, SC- Pernyataan Gubernur Jawa Barat H.M.Ridwan Kamil tentang Kuningan termiskin ke-dua di Jawa Barat mendapat beragam reaksi. Ada yang terkejut, menyalahkan, tidak terima, bahkan, ada yang mempolitisir.
Lalu, apa sebenarnya parameter dari kemiskinan tersebut. Sudah sejak lama parameter masyarakat miskin selalu diperdebatkan. Antara institusi yang satu dengan institusi lainnya, mempunyai kriteria dan parameter tersendiri dalam menentukan angka kemiskinan, padahal institusi tersebut sama-sama di wilayah Negara Indonesia.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kuningan, Asep Aripin Mansur, menjelaskan, persentase penduduk miskin di Kuningan adalah 11,41 persen. Jumlah tersebut merupakan hasil perhitungan jumlah penduduk miskin sebanyak 123.120 orang x 100 persen dibagi jumlah penduduk (data tahun 2019).
Sedangkan garis kemiskinan yang dimaksud dalam ‘perdebatan’ saat ini, yaitu mengacu pada parameter pendapatan perkapita per bulan. “Sedangkan parameter garis kemiskinan per daerah ini pasti berbeda. Garis kemiskinan ini adalah cerminan dari pengeluaran masyarakat dalam memenuhi kebutuhan makanan sebesar 2.100 kilo kalori. Maka, jika harga bahan pangan meningkat, garis kemiskinan juga terangkat naik,” papar Asep.
Perhitungan garis kemiskinan di Kabupaten Kuningan sendiri, menurut Data BPS yaitu, Rp 340.775,00/kapita/bulan. Jika warga yang dalam sebulan hanya mendapatkan uang di bawah jumlah tersebut, maka termasuk kategori miskin. Tetapi, jika dibandingkan dengan tahun 2018, angka kemiskinanya justru menurun.
Ketua DPRD Nuzul Rachdy, menjelaskan, sebenarnya tahun lalu juga sudah diperingatkan dengan adanya status Kuningan sebagai daerah termiskin ke-dua di Jabar tersebut.
“Sebetulnya Sekda sudah tahu apa penyebab kemiskinan dan indikatornya apa. Yang jadi pertanyaannya, bagaimana mengeksekusi yang sudah diketahui oleh kita semua, dan kenapa eksekutif tidak mengantisipasinya,” tanya Nuzul.
Meskipun demikian, hal itu adalah tanggung jawab semua, baik eksekutif maupun legislatife. Nuzul Rachdy berharap kepada eksekutif supaya tidak terjebak ke dalam rutinitas secara normatif. Harus terus berkreasi, inovasi untuk terus mengoptimalisasi sumber daya manusia, alam dan sumber anggaran yang ada.
BACA JUGA: Musrenbang Perubahan RPJMD Jabar
Diakuinya, semua program itu penting, baik pendidikan, kesehatan, wisata, dan juga yang lainnya pasti penting. Tapi isu saat ini yaitu bagaimana eksekutif-legislatif bisa menurunkan angka kemiskinan tersebut. Kegiatan yang ada harus berorientasi kepada kepentingan penurunan angka kemiskinan.
“Jangan saling menyalahkan, memanfaatkan kondisi. Mari benahi semuanya, karena ini adalah tanggung jawab kita semua,” pintanya. (Nung kh)