KUNINGAN, SC- Karena tidak memenuhi lima unsur yang ditetapkan Kemendagri, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan akhirnya menolak Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan Cigugur sebagai Masyarakat Hukum Adat (MHA).
Berdasarkan keterangan yang diperoleh Suara Cirebon, Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan mengajukan permohonan penetapan MHA tersebut pada April 2020, namun, sayangnya melalui surat 189/3436/DPMD tertanggal 29 Desember 2020, Bupati Kuningan H. Acep Purnama menyatakan jika AKUR Sunda Wiwitan tidak bisa ditetapkan sebagai MHA.
“Untuk menetapkan keputusan tersebut, kami membentuk panitia hukum adat dengan empat tim, dan mereka langsung bergerak sesuai tahapan. Empat tim yang terintegrasi komprehensif itu mengidentifikasi lima ketentuan syarat yang ditetapkan Kemendagri, yaitu mengidentifikasi wilayah adat, hukum adat, harta kekayaan/benda adat serta verifikasi kelembagaan,” jelas Sekda Kuningan DR.H.Dian Rahmat Yanuar, saat ditemui awak media, Senin (16/2/2021).
Sekda Dian yang didampingi Kasi Kelembagaan pada Dinas BPMD, Iding Budiman, memaparkan, dalam verifikasi dan validasi syarat untuk menjadi MHA tersebut memang terganjal. Lima ketentuan syarat tersebut tidak terpenuhi, dan Pemda telah memberikan waktu satu bulan untuk melengkapi persyaratan, tapi Sunda Wiwitan itu tidak bisa melengkapinya.
Sekda Dian juga mencontohkan warga AKUR Sunda Wiwitan sendiri banyak tersebar di luar Kabupaten Kuningan. Sekitar 67 persen warganya di luar kabupaten, dan di Kabupaten Kuningan sendiri hanya ada sekitar 33 persen dari total warga Sunda Wiwitan, dan itu tidak bisa menjadi syarat terkabulkannya permohonan.
“Akan tetapi jika dikemudian hari, lima ketentuan syarat Kemendagri itu bisa dipenuhi, permohonan bisa diajukan kembali, dan kami (Pemkab) welcome untuk mengeluarkan surat ketetapan Sunda Wiwitan menjadi MHA,” ujarnya.
BACA JUGA: AMCAD Sikapi Penyegelan Bakal Pemakaman Sunda Wiwitan
Pendamping Komunitas Penghayat AKUR Sunda Wiwitan Cigugur, Dewi Kanti, menilai, proses verifikasi dan validasi ulang belum dilakukan. “Bisa jadi kami subyektif, tapi kami merasa proses yang dilakukan tidak setara. Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan jadi sub ordinat, bukan subyek yang diperlukan setara dengan penghormatan,” ungkapnya dalam sebuah webinar bertajuk Diseminasi dan Verifikasi Hasil Validasi Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan Cigugur, Kamis (11/2/2021).
Alih-alih merasa terbantu, pihaknya justru terkesan tengah diinvestigasi selama proses verifikasi dan validasi. Waktu sebentar yang diambil PMHA selama proses itu pun dianggap tidak cukup. Webinar tersebut digelar Universitas Parahiyangan (Unpar) yang berlangsung dalam dua sesi, sejak pagi dan sore hari. (Nung Kh)