KABUPATEN CIREBON, SC- Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini telah membuat banyak sektor, mulai dari ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan lainnya terdampak cukup serius. Tak terkecuali, kondisi ini juga berdampak pada upaya pengentasan angka stunting di Kabupaten Cirebon.
Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon, dr Edi Susanto, mengatakan, dengan kondisi pandemi yang masih berlangsung ini membuat upaya penanganan stunting mengalami kendala.
“Untuk penimbangan Balita itu harus discreening dulu karena kan nanti akan berkerumun. Nah ini juga akhirnya menimbulkan kekhawatiran dari ibu si Balita itu,” ujar Edi, Sabtu (6/2/2021).
Selain itu, kata dia, ketika pihak orang tua Balita hendak memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes), tapi justru Fasyankesnya seperti Posyandu kadang tidak buka karena ada kasus Covid-19.
“Posyandu misalnya, itu kan biasanya harus ada Pemberian Makanan Tambahan (PMT), ada penimbangan Balita dan lainnya,” kata Edi.
Meski demikian, lanjut Edi, seperti yang keinginan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar yang menargetkan pada tahun 2023 nanti Jawa Barat zero stunting, pihaknya juga meyakini target tersebut bisa terlaksana di Kabupaten Cirebon.
“Kalau kita lihat dari OPD lainnya dan masa vaksinasi satu tahun ini dengan keberhasilan dan keamanan vaksin, ya kita harus yakin. Tapi kalau sampai hilang (tidak ada stunting, red) juga memang tidak mungkin,” kata Edi.
Ia menjelaskan, meskipun leadership penanganan stunting ada pada Dinkes dan Bappelitbangda, namun Pemda Kabupaten Cirebon juga diharapkan bisa menghadirkan intervensi sistem kepada OPD lainnya dengan membentuk kesepakatan tentang Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dokumuen Pelaksanaan Anggaran (DPA) untuk membangun daerah lokus stunting secara bersama-sama.
“Ya kita gerebek bersama atau keroyok bersama,” paparnya.
Edi mencontohkan, Dinas Pendidikan (Disdik) tentang pemberian tablet FE-nya. Kemudian DPMD dengan Posyandu dan PMT-nya bisa menggunakan dana desa untuk membantu penanganan stunting.
BACA JUGA: Derita Bocah Yatim Piatu Keluarga Miskin, Umur sudah 8 Tahun, Badan Ramdani Layaknya Balita
Sejauh ini, lanjut Edi, penanganan stunting dari OPD lain yang terlibat memang kurang optimal. Untuk merealisasikan keinginan Pemprov Jabar tersebut, peran OPD yang terlibat harus lebih ditingkatkan lagi. Sebagaimana diketahui, porsi penanganan stunting Dinkes hanya 30 persen, sedangkan 70 persennya ada pada dinas-dinas lain.
“Semuanya harus kita pacu, kalau Dinkes sendiri tidak mungkin, berat. Makanya leadershipnya dalam hal ini Pak Bupati dan Pak Sekda harus memberikan intervensi,” terangnya. (Islah)