MAJALENGKA, SC- Harga gabah di tingkat petani terus merosot. Memasuki masa panen raya, harga gabah panen basah di tingkat petani jatuh hingga Rp 3.000,- per kilogram. Harga tersebut jauh di bawah harga panen sebelumnya untuk jenis yang sama.
Salah satu petani, Maryono mengatakan saat ini di daerahnya, Kecamatan Jatitujuh dan sekitarnya sudah masuk masa panen raya. Menurutnya panen tahun ini cenderung mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu, akibat curah hujan yang tinggi.
“Hasil panen mengalami penurunan karena curah hujan tahun ini lebih tinggi, dalam satu hektar tahun ini bisa panen empat ton sudah bagus, sedangkan tahun lalu bisa 6 sampai tujuh ton,” ungkapnya.
Selain hasil panen yang menurun akibat cuaca ekstrem, menurut dia harga gabah di tingkat petani saat ini pun menurun, jika dibandingkan tahun lalu. Bahkan biaya menanam dibandingkan dengan hasil panen tidak seimbang,sehingga petani merugi.
“Harga gabah panen basah saat ini Rp 3.000,-per kilo, sebelum masuk panen raya masih bisa diharga Rp 3.750,- per kilo. Harganya terus turun, tidak seimbang sama biaya tanam,” keluhnya.
Petani lainnya, mengatakan harga gabah saat ini tidak memihak petani. Apalagi saat musim panen, ada wacana akan impor beras.
“Sudah mulai panen raya, ya mestinya standar. Cuman kita sepertinya resah karena informasinya, pemerintah akan mendatangkan impor beras,” ucap Didin petani lainya.
Dia pun berharap agar pemerintah mau membeli gabah langsung dari petani. Sehingga petani tidak mengalami merugi saat panen raya. “Harapannya Bulog bisa menerima gabah dari petani lebih tinggi daripada harga biasanya. Karena kita masa panen Bulog harus menampung, bukan malah mendatangkan beras,” harapnya.
Keluhan itu disampaikan oleh dua perwakilan petani ketika berdialog dengan H. Sutrisno, salah satu Anggota Komisi IV DPR RI H. Sutrisno yang membidangi sektor pertanian, dari Fraksi PDI Perjuangan, Sabtu (20/3/2021).
Menanggapi anjloknya harga gabah yang dikeluhkan petani di Majalengka, seperti diungkapkan petani di wilayah Kecamatan Jatitujuhdan sekitarnya, Anggota Komisi IV DPR RI H. Sutrisno mengatakan, di era otonomi urusan pemerintahan bidang pertanian dan pangan mandatnya sudah diserahkan pada pemerintah daerah. Sehingga pemerintah daerah harus renpon,dan bergerak mencari solusi ketika muncul persoalan dalam pertanian atau pangan.
Perlu dicari solosinya, lanjut dia, tidak terus bergantung pada pemerintah pusat. Ia mencontohkan langkah yang dilakukan salah satu daerah di Jawa Tengah dalam menyikapi anjloknya harga gabah saat panen raya.
”Pemerintah setempat mengeluarkan kebijakan mendorong pegawai untuk membeli hasil panen petani, mendorong Bumdes didaerahnya untuk membeli hasil panen panen raya untuk cadangan di daerahnya masing-masing. Ini era otonomi, pemerintah daerah tidak boleh berpangku tangan, harus punya tanggung jawab dengan rakyatnya yang sedang kesulitan. Jangan kemudian difasilitasi bantuan malah dipersulit, harusnya didorong karena ini kesempatan untuk membantu memberdayakan rakyatnya,” ujarnya.
BACA JUGA: Harga Gabah Turun, Petani Gagal Raup Untung
Sedangkan harapan petani agar pemerintah tidak melakukan impor beras, politisi PDI Perjuangan, ini menyatakan bahwa Komisi IV telah bersikap tegas dengan meminta pemerintah untuk membatalkan rencana tersebut. Apalagi dampak dari rencana impor itu sekarang sudah terasa, dengan turunnya harga gabah hasil panen.
“Komisi IV DPR RI saat RDP dengan jajaran Kementan, Dirut Bulog,Dirut RNI dan Direksi BUMN Pangan tanggal 15 Maret 2021 sudah menyampaikan penolakan terhadap rencana impor beras 1 juta ton ini,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pada RDP itu juga Kepala Bulog menegaskan bahwa Bulog menetapkan Harga Gabah Kering Giling sebesar Rp 5.300/kilogram. Sehingga bila di daerah harga berada di luar ketentuan itu atau persoalan dapat dilaporkan. “Bila ada ketidakmampuan di daerah atau ada persoalan lainya sampaikan, kami siap untuk membantu,” pungkasnya. (Dins)