MAJALENGKA, SC- Ramadhan dimanfaatkan oleh Wakil Ketua MPR, Dr. Jazilul Fawaid, SQ., MA., untuk mengkaji Kitab Maroh Labib yang juga dikenal dengan sebutan Tafsir Munir, karya Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani, ulama Indonesia bertaraf internasional yang juga Imam Besar Masjidil Haram.
Menurut pria yang akrab disapa Gus Jazil itu, bulan suci Ramadhan harus dimanfaatkan untuk memperdalam ilmu-ilmu Alqur’an dengan membaca maupun memahami isinya.
”Saya ingin menyampaikan kepada masyarakat agar di blan Ramadhan ini hendaklah memperdalam ilmu-ilmu Alqur’an, membaca dan memahami Alqur’an. Ini lebih penting daripada misalnya ibadah salat tarawih atau ibadah sunnah lainnya karena mempelajari Alqur’an itu kewajiban,” katanya dalam kegiatan bertajuk Kajian Alqur’an dan Doa untuk KRI Nanggala 402 di Pondok Pesantren Al Mizan, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (27/4/2021) malam.
Koordinator Nasional Nusantara Mengaji ini menyampaikan, sebagai upaya menghormati Ramadhan, dirinya ingin membuka kembali kebiasaan mengkaji kitab kuning untuk mengingatkan bahwa pada bulan diturunkannya Alquran ini, salah satu hal yang paling penting adalah membaca dan mempelajari serta memahami isi Alqur’an.
“Mencari ilmu apalagi ilmu Alqur’an, tafsir Alqur’an, ini lebih penting daripada salat tarawih, tapi pemahaman yang ada di masyarakat itu lebih senang tarawih padahal itu sunnah sedangkan mencari ilmu itu wajib,” katanya.
Ketua Ikatan Alumni Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta itu juga mengingatkan betapa penting kalimat tayyibah atau narasi yang baik di tengah maraknya narasi-narasi buruk di masyarakat.
”Dalam Alqur’an disebutkan bahwa hendaknya kita ini menggunakan narasi yang baik karena narasi yang baik itu seperti pohon yang baik. Dia berkembang biak, tumbuh, dan memberikan asupan. Di tengah hiruk pikuk pergunjingan, fitnah, ujaran kebencian, saya mengajak di Ramadhan ini kita hendaknya mengutamakan kalimat tayyibah, kalimat yang mendidik, kalimat yang bagus,” tuturnya.
Gus Jazil menyampaikan pesan bahwa bangsa ini lahir berkat warisan dan perjuangan dari para alim ulama, khususnya mereka yang mengajarkan ilmu agama melalui kitab kuning.
”Jejaring kebangsaan, nasionalisme itu lahir dari ajaran kitab-kitab kuning. Salah satunya dari Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Bangsa ini bangsa yang diberkati karena lahir dari jasa para ulama. Jas hijau, jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama,” serunya.
Kitab Maroh Labib ditulis Syekh Nawani al-Bantani al-Jawi yang merupakan keturunan ke-12 dari Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Beliau merupakan cucu dari Maulana Hasanuddin, Banten.
”Beliau hampir satu periode dengan Pangeran Diponegoro. Beliau pernah pulang ke Tanara, Banten, namun pada 1828 kembali lagi ke Arab Saudi karena keadaan di Banten tidak kondusif. Banyak tokoh yang belajar ke beliau. Semua tokoh ulama besar di Indonesia belajar ke Syekh Nawawi al-Bantani. Syekh Kholil Bangkalan, Syekh KH Hasyim Asy’ari, bahkan KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah pun belajar dari beliau. KH Asnawi Kudus juga,” tutrnya.
BACA JUGA: Al Imam Saksi Perkembangan Islam
Selain untuk mengkaji Kitab Maroh Labib, acara tersebut juga dimaksudkan untuk mendoakan para prajurit yang gugur dalam peristiwa tenggelamnya Kapal Selam KRI Nanggala 402. Mereka merupakan para pahlawan dan sekaligus syuhada yang gugur saat bertugas.
”Saya yakin mereka diberikan tempat yang khusus di sisi Allah, dan negara hendaknya juga memberikan penghargaan khusus dengan kenaikan pangkat ataupun apa namanya,” katanya. (Dins)