KOTA CIREBON, SC- Pemerintah Kota Cirebon mengakui belum dapat menerapkan sepenuhnya sistem perizinan terpadu berbasis online atau one single submition (OSS). Kendala belum diterapkan sistem tersebut, karena belum tersusunnya rencana detail tata ruang (RDTR).
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon, Agus Mulyadi, mengenai perizinan terpadu yang masih saja menggunakan sistem offline, Rabu (19/5/2021).
Agus Mulyadi menjelaskan, OSS merupakan sistem yang digagas Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mempermudah para pelaku usaha dan investor dalam mengakses layanan perizinan di pusat maupun di daerah.
“Kendala saat ini, masih harus offline karena RDTR kota masih belum terintegrasi. Sehingga untuk beberapa perizinan yang belum jelas peruntukannya dan pengaturan zonasinya harus melalui mekanisme TKPRD (Tim Kordinasi Penataan Ruang Daerah),” ujarnya.
BACA JUGA: Tidak Sembarang UMKM dapat Tempati Alun-alun Kejaksan
Agus menuturkan, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2012 yang mengatur rencan tata ruang wilayah (RTRW) hampir sudah berlaku. Namun aturan RDTR itu belum ada aturan turunannya.
“Sesuai arahan presiden untuk segera mengoptimalkan penerapan OSS, pemkot saat ini tengah menyusun RDTR. Produk hukumnya cukup dalam bentuk Peraturan Wali Kota,”kata Sekda.
Terkait hal tersebut, menurut Agus, RDTR dan aturan turunannya mesti segera diselesaikan dalam waktu dekat.
“Kalau RDTR target semester pertama bisa selesai. Tapi tergantung dari lintas sektor di kementerian dan provinsi, kalau bisa lebih cepat. Sehingga, bisa diterapkan di OSS. Supaya pelaku usaha bisa diberikan kemudahan dan pemulihan ekonomi bisa lebih cepat,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjut dia, layanan pengurusan perizinan akan semakin mempermudah pelaku usaha dan investor karena tidak perlu hadir secara langsung.
“Mana yang dibolehkan membuka jenis usaha, ada dalam matriks zonasinya. Kalau yang tidak sesuai matriks zonasi, otomatis tertolak di sistem,” tuturnya.
BACA JUGA: Polres Ciko Tak Temukan Pemudik Positif Covid-19
Penyusunan RDTR, imbuh Agus, komposisi zonasinya disesuaikan dengan kondisi eksisting sesuai dengan keberadaan tempat usah yang sudah berdiri.
“Karena kalau zonanya dihapuskan, pemerintah nanti berkewajiban untuk mengganti investasinya,” katanya.
Misalnya, menurut Agus, ada beberapa pusat perbelanjaan di Karanggetas tidak termasuk dalam RTRW tapi nanti akan diakomodir dalam RDTR. Karena pusat perbelanjaan tersebut sudah berdiri lebih dahulu sebelum adanya Perda RTRW. (Surya)