Menurutnya, ketika ada tamu pejabat dari luar Cirebon apalagi sekelas menteri, layaknya dibawa ke perajin.
“Nyatanya, diceritakan perajin ketika pejabat kabupaten membawa pejabat dari provinsi dibawanya bukan ke perajin, tapi ke butik yang bagus,” kata Eman, Senin (25/10/2021).
Menurutnya, pejabat seharusnya mendengarkan keluhan yang disampaikan perajin batik tersebut. Pasalnya, salah satu kendala terbesar para perajin adalah masalah penjualan hasil karya mereka.
“Mereka itu mengeluh, bagaimana ini pak nasib saya? Sudah susah-susah buat, ingin menjual sedikit mahal. Tapi (tamu/pejabat) dibawa ke butik yang bagus,” ujarnya.
Meski para pejabat itu dibawa ke butik batik yang besar, sambung Eman, mereka tetap mampu membeli.
“Harga Rp2,5 juta itu terjangkau bagi menteri,” ujarnya.
BACA JUGA: LPPM Unpad Padukan Batik dan Teknologi 4.0
Ditegaskannya, peran Disperdagin salah satunya adalah mengenalkan para menteri dan membeli langsung di tempat perajin.
“Supaya mereka hidup, bergairah dan punya modal untuk itu (membatik). Kalau tidak datangilah dan beli,” tegasnya.
Menurutnya, tanpa dikenalkan pun, untuk sekelas showroom atau butik sudah pasti didatangi sewaktu-waktu oleh pejabat. Berbeda, dengan orang kecil seperti perajin yang hanya membuat berdasarkan pesanan atau permintaan.
“Tentu harga yang ditawarkan perajin tidak mahal jika dibandingkan butik atau showroom,” tegasnya.
Di sisi lain Kepala bidang Perindustrian melalui Kasie Pemberdayaan Industri Kecil mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan Pemda untuk memberdayakan ekonomi perajin batik yaitu, dengan membeli batik Mande Caruban dari tangan perajin langsung.
“Ya kita memesan batik Mande Caruban kan dengan tujuan memberdayakan perekonomian perajin batik,” tutupnya. (Sarrah/Job)