KABUPATEN CIREBON, SC- Pro kontra mewarnai rencana relokasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Desa Battembat-Dawuan, Kecamatan Tengahtani ke Kelurahan Kenanga, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon.
Pelaksana Pembantu Kepala UPT RPH Battembat, Untung menyebutkan, dirinya menyetujui rencana relokasi tersebut. Bahkan, dirinya menginginkan relokasi ini sejak lama. Sebab, dia merasa, RPH yang berlokasi di Battembat-Dawuan milik Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cirebon sudah tidak layak untuk ditempati.
“Bagus sih kalau memang mau dipindah, soalnya di sini tuh sudah tidak layak. Tapi nggak tahu kapan, karena memang sudah lama ini kabarnya,” katanya, Minggu (12/12/2021)
Saat ini, Untung menuturkan, lokasi RPH di Battembat-Dawuan tidak seperti dulu. Sekarang, di sekitar RPH tersebut sudah dipadati permukiman penduduk. Kondisi tersebut berbeda dengan dulu, dimana lokasi ini didominasi ditempati oleh peternak dan penjagal sapi milik warga setempat.
Terkait lokasi pemindahan RPH yang cukup jauh, kata Untung, sebagai pegawai pihaknya siap ditempatkan dimana pun untuk bertugas.
“Kan pegawai kerja dimana saja. Siap ditempatkan dimana saja,” tegasnya.
Untung berharap RPH tersebut segera direlokasi secepat mungkin. Karena, selain padat penduduk, ukuran lahan pun tidak memenuhi standar, yaitu hanya sekitar 1,5 hektare saja dari ukuran seharusnya minimal 3 hektare.
Selain lahan, lanjut dia, kondisi RPH pun sudah tidak layak, baik dari Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL), lingkungan peternakan, dan peralatan. Karena, IPAL sudah overload untuk menampung limbah, seperti kotoran, darah, dan lainnya yang berasal dari sekitar 20 ekor sapi yang dipotongs setiap hari.
“Yang pasti sudah nggak sesuai rumah potong dan NKP (Nomor Kontrol Patrier),” imbuhnya.
Sementara di tempat yang sama, penjagal yang bekerja di RPH Battembat, Rosyidin mengatakan, dirinya tidak menyetujui relokasi tersebut. Sebab, bagi dia bukan hanya efisiensi waktu, tetapi juga masalah biaya transportasi dari Sumber-Dawuan, begitupun sebaliknya.
“Ongkos bolak balik mba masalah pertama. Karena, penjagal kan orang sini (Dawuan, Battembat) semua,” ucapnya.
BACA JUGA: Soal Limbah Batu Alam, DPRD Minta Pemkab Cirebon Edukasi Pengusaha
Selain itu, Rosyidin juga menyebutkan, terkait kondisi cuaca. Sebab, ketika hujan, para penjagal enggan untuk pergi. Karena, mereka khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Terlebih, proses pemotongan hewan dilakukan pada malam hingga pagi hari.
“Hujan gerimis aja khawatir, bagaimana jika hujan deras mba. Belum lagi penjagalan malam berangkat, takut gelap dan licin,” ujarnya kepada Suara Cirebon.
Menurut Rosyidin, sebagian besar warga Battembat dan Dawuan menggantungkan penghasilannya pada RPH tersebut, seperti berprofesi sebagai penjagal, penjual daging, pelaku usaha makanan, dan lainnya. Karena banyak masyarakat yang sudah mengenal daerah setempat sebagai lokasi penjagalan.
“Coba saja mba tanya, banyak dari berbagai kalangan. Di sini bergantung dengan RPH milik pemda ini,” jelasnya.
Apabila jauh, tambah Rosyidin, maka para penjual daging pun enggan membeli. Sebab, pasar daging dimulai sejak pukul 10.00 hingga 11.00 malam WIB. Sementara bila dijauhkan, maka akan menyulitkan penjual daging yang selalu pasang tikar pada jam tersebut.
Begitupun penjagal lain yang tidak ingin disebutkan namanya menyampaikan hal yang sama. Jarak tempuh yang jauh hingga kondisi cuaca yang tidak menentu membuat dirinya menolak relokasi tersebut. Terlebih, dirinya khawatir apabila yang dibangun nanti merupakan RPH modern.
“Kalau RPH modern kan penjagalnya hanya satu orang. Lalu, nanti para penjagal lainnya yang biasa bekerja bagaimana?,” tanyanya.
Kendati diakuinya kondisi RPH Battembat sudah tidak layak. Namun, menurut dia, sebaiknya RPH tersebut tidak direlokasi, tetapi bisa diperbaiki atau dibenahi.
“Dana mungkin saja ada, tapi apakah nantinya benar-benar terealisasi atau tidak,” ungkapnya.
BACA JUGA: Raperda Penyelenggaraan Perizinan Usaha Mulai Dirumuskan
Terealisasi yang dimaksud, jelas dia, adalah apakah pengelolaan RPH akan maksimal, baik dari kebersihan, cara pemotongan, dan lain sebagainya. Karena, apabila tidak ada perubahan, maka pembangunan RPH baru pun akan sia-sia.
Sementara penjagal di tempat lain, Cipto menyampaikan, jika relokasi ini terjadi, dirinya merasa prihatin terhadap teman-teman seprofesinya yang mengais rezeki di RPH milik Pemda Kabupaten Cirebon tersebut. Sebab, mereka harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk biaya transportasi.
“Kasihan sih, banyak warga sini termasuk ada teman saya yang kerja di situ harus jauh jagalnya,” katanya. (Sarrah/Job)