KABUPATEN CIREBON, SC- Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC) meminta Presiden Joko Widodo untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2021 pasal 5 Ayat (4) tentang Rincian Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022 yang dinilai telah memangkas dan mengintervensi kewenangan desa dalam penggunaan anggaran dana desa (DD).
Sekjen FKKC, Ahmad Hudori, menyampaikan, Pepres Nomor 104 tahun 2021 terutama pada pasal 5 ayat 4 harus segera direvisi karena berdasarkan asas hukum rekognis dan subsidiaritas dan kewenangan desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Dengan demikian desa berwenang untuk mengatur dan mengurus desa sesuai dengan hasil musyawarah, sesuai dengan mandat dari musyawarah desa (Musdes),” kata Ahmad Hudori kepada Suara Cirebon, Sabtu (18/12/2021).
Menurutnya, saat ini seluruh pemerintah desa sudah memutuskan anggarannya melalui musdes. Namun, lanjut dia, dengan adanya Pepres No 104 tahun 2021 hasil musyawarah desa yang sudah diputuskan bersama masyarakat tidak bakal dapat dilaksanakan.
“Ya otomatis tidak bisa dilaksanakan. Inikan sangat berbahaya sekali yang bisa menimbulkan efek dan terjadi konflik di masyarakat, terlebih janji politik kuwu saat kampanye. Jadinya, seolah-olah kuwu tidak menepati janji-janjinya,” ujar Ahmad Hudori.
Dikatakannya, mencuatnya pernyataan boikot Dana Desa (DD) boleh-boleh saja. Namun, ia berharap para kuwu tetap optimistis terkait revisi Pepres tersebut. Diakuinya, pemdes tetap membutuhkan dana-dana tersebut.
“Apa pun itu, pemerintah desa merupakan bagian dari NKRI, bagian dari pemerintahan yang resmi dari pusat sampai ke bawah. Intinya kami siap bersama-sama melaksanakan apapun keputusannya, tapi kami minta yang terbaik bukan hanya untuk untuk diri sendiri tapi untuk seluruh masyarakat,” tegasnya.
Hudori menegaskan, kuwu hanya ingin agar kewenangan desa dalam mengatur anggaran dan pembangunan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 bisa diimplementasikan.
Terlebih, imbuh dia, hampir selama dua tahun pemdes bergelut dengan Covid-19, bahkan anggaran pun lebih berkutat untuk penanganan pandemi Covid-19. Saat ini, menurut Hudori, masyarakat sangat membutuhkan pembangunan infrastruktur.
“Pepres ini harus direvisi, suka tidak suka dana desa harus kembali menjadi kewenangan desa. Saatnya desa membangun,” tegasnya.
Jika mengacu pada Perpres 104/2021, dirinya memastikan desa tidak dapat berbuat banyak dalam soal pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat.
“Sekarang kalau (kewenangan, red) itu kembali diatur oleh pusat, buat apa kita ada? Jadi kewenangan kita apa? Sekarang ini banyak masyarakat yang menanyakan jalan sudah rusak kapan dibenerinnya? Kemudian saluran-saluran air. Itu harus kita perhatikan. Tapi kalau pemerintah dengan egonya Pepres No 104 tetap dilaksanakan maka itu sangat sangat rentan sekali terhadap pemerintahan desa,” paparnya.
BACA JUGA: Kecewa, Kuwu Sepakat Tolak DD
Selain itu, dirinya meminta dukungan publik terlebih Bupati, anggota DPRD provinsi dan daerah, untuk menunda pelaksanaan ketentuan pasal 5 ayat 4 tahun 2001 pada Perpres 104/2021 tersebut.
Dijelaskannya, Pemdes sudah menyusun perencanaan pembangunan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMDes) ternyata semuanya gagal total.
“Dampaknya itu yang harus dipikirkan oleh Presiden sebagai pemegang kebijakan dan para wakil rakyat. Negara maju berawal dari desa, ingat sebelum negara ini ada desa sudah ada, ini yang harus kita perhatikan,” pungkasnya. (Baim)