KABUPATEN CIREBON, SC- Seorang pelapor kasus dugaan tindak pindana korupsi oknum Kuwu Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Nurhayati ditetapkan polisi sebagai tersangka.
Penetapan status tersangka itu dipertanyakan Kuasa Hukum Nurhayati, H. Elyasa Budianto, SH dan sejumlah anggota BPD Desa Citemu. Pasalnya, berkat laporan dan data-data Nurhayati, kasus dugaan korupsi oknum Kuwu Citemu, Supriyadi, yang telah merugikan keuangan Negara hingga Rp800 jutaan, akhirnya dilaporkan ke aparat penegak hukum. Supriyadi diduga tidak melaksanakan beberapa program pembangunan Desa Citemu untuk tahun anggaran 2018, 2019 dan 2020.
“Yang menimpa klien kami ini, sangat memprihatinkan, dari pelapor menjadi tersangka di mana logikanya,” kata Elyasa kepada awak media, saat ditemui di kediaman Nurhayati, Selasa (15/2/2022).
Elyasa menuturkan, Nurhayati merupakan Kaur Keuangan Desa Citemu. Sebagai kaur keuangan, Nurhayati mencatat semua arus keluar masuk keuangan desa termasuk yang terkait dengan pembangunan. Hingga, saat Nurhayati tidak tahan dengan kelakuan atasnya, bukti-bukti dugaan korupsi sang kuwu dilaporkannya ke pihak BPD melalui surat. Berbekal bukti yang didapat dari Nurhayati, pihak BPD Citemu akhirnya melaporkan kasus itu ke polisi hingga kasusnya berlanjut.
Namun, lanjut Elyasa, kini polisi malah menetapkan Nurhayati sebagai tersangka. Pihaknya sangat menyayangkan hal itu, karena polisi tidak fokus pada kasus dugaan korupsi yang dilakukan Supriyadi, tapi malah mengalihkan “dosa” pada pelapor.
“Inikan sangat aneh, klien kami ditetapkan sebagai tersangka yang katanya turut serta melakukan tindakan korupsi tersebut. Padahal, sebagai bendahara (kaur keuangan, red) Nurhayati telah bekerja sesuai tupoksinya. (Penetapan Nurhayati) ini jelas terkesan dipaksakan,” ujarnya.
BACA JUGA: Waspada! 2 Sudah Meninggal, Kasus DBD di Kabupaten Cirebon Meningkat
Penetapan Nurhayati yang merupakan pelapor kasus dugaan korupsi sebagai tersanga oleh polisi, menurut Elyasa, semakin menguatkan adagium di masyarakat penegakan hukum yang masih tebang pilih.
“Seyogyanya hukum itu jangan melulu berdasarkan logika tapi fakta, serta hukum jangan tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Di saat ada masyarakat maupun pegawai kelas bawah yang berani mengungkapkan suatu kebenaran ujungnya menuai persoalan delik hukum yang berujung sebagai tersangka,” katanya.
Pihaknya meyakini Nurhayati tidak terlibat dalam dugaan korupsi yang dilakukan Supriyadi.
BACA JUGA: Rp24 Miliar Pajak DD Diduga Digelapkan
“Saat klien kami menyerahkan uang kepada kuwu pun ada saksi yang mengetahuinya, bahkan semua ada bukti tertulisnya. Ya lucu, diminta buat pajak aja, kuwu gak kasih, bagaimana mau ikut menikmati,” imbuhnya.
Elyasa menegaskan, permasalahan yang menimpa kliennya jangan sekadar untuk menutupi kebenaran dengan memaksakan sesuatu yang benar menjadi salah. Menurutnya, selama menjadi bendahara kliennya telah bekerja dengan baik, segala uang pencairan langsung diminta oleh kuwu.
“Jadi saya tegaskan, Nurhayati tidak layak menyandang status tersangka, jika tetap dipaksakan maka kami patut pertanyakan di mana Pemkab, dimana Penegak Hukum dan di mana keadilan,” ujarnya.
BACA JUGA: Camat Mediasi Gaduh Dugaan Korupsi Kuwu Kejuden
Ia berharap ada transparansi dan kejujuran dalam menyikapi kasus yang menimpa kliennya itu. Pihaknya juga tidak ingin aparat penegak hukum bekerja tidak profesional.
“Apa yang menimpa kliennya, (menunjukkan) tidak ada profesionalitas penegakan hokum. Kondisi seperti ini saya katakan cacat hukum,” tegasnya.
Sementara, Ketua BPD Citemu, Lukman Nurhakim mengaku sangat menyayangkan kondisi yang dialami Nurhayati. Pasalnya, menurut Lukan, sejatinya sebagai pelapor Nurhayati seharusnya mendapatkan perlindungan.
BACA JUGA: Penindakan Korupsi Jangan hanya Beri Efek Jera
“Ini sangat janggal dan terkesan dipaksakan, betapa tidak? Dimana seorang perangkat yang berani berkata dan berbuat jujur untuk menumpas terjadinya tindak korupsi dengan berbagai bukti yang ada berikut dengan saksi malah dia ditetapkan sebagai tersangka,” kata Lukman.
Jika hal itu dibiarkan, ia khawatir, akan ada stigma di kalangan perangkat desa untuk lebih memilih diam dan tidak melaporkan kasus dugaan korupsi kuwu.
“Kondisi ini kan bisa membangun stigma dimana perangkat desa saat mengetahui adanya tindakan yang menyalahi aturan secara hukum yang dilakukan oleh kuwu, mereka tidak berani untuk mengungkapkannya dan mengatakan kebenaran, mereka takut yang nantinya ujung-ujungnya diterapkan sebagi tersangka,” jelasnya.
BACA JUGA: Uang Rp27 M Hasil Korupsi Budidaya Tambak Udang di Cirebon Dikembalikan
Lukman menjelasakan, awalnya Nurhayati memberikan berbagai data adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kuwu ke BPD. Berdasarkan data yang diperoleh dari Nurhayati itu, BPD menemukan banyak dugaan pelanggaran, sehingga melaporkan kuwu kepada penegak hukum.
“Laporan kami itu berdasarkan data berikut fakta yang ada. Tapi kok anehnya, malah Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka,” imbuhnya
Ia berharap, penegakan hukum bisa lebih bijak dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam penetapan status tersangkakepada Nurhayati.
BACA JUGA: Tersangka Kasus Pengupasan, Kuwu Cipeujeuh Wetan hanya Dijerat Pasal Korupsi
“Saya minta penegak hukum jangan mematikan obor yang menyala, yang jadi penerang dalam memberantas tindakan korupsi. Nurhayati ini adalah orang yang berkata akan kebenaran, namun kebenaran yang dia sampaikan harus dibayar mahal dengan ditetapkan sebagai tersangka,” pungkasnya. (Baim)