Kendati demikian, lanjut dia, kesiapsiagaan sudah dilakukan BPBD Kabupaten Cirebon, baik dari mobilitas transportasi maupun ketersediaan air bersih, melalui berkoordinasi dengan Perumda Tirta Jati Kabupaten Cirebon. Kesiapsiagaan untuk mengantisipasi gejala lanina tersebut, sudah dilakukan BPBD sejak awal Juli kemarin.
BACA JUGA: Atasi Kekeringan Lahan Pertanian, Petani Ramai-ramai Bendung Sungai Cisanggarung
Berdasarkan pengalaman musim kemarau pada tahun 2019, sambung Juwanda, di bulan Agustus hingga akhir September kekeringan sudah melanda sejumlah desa di Kabupaten Cirebon. Pada tahun 2019 kemarin, tercatat ada 92 desa di 22 kecamatan yang mengalami kekeringan, baik di wilayah timur, tengah maupun wilayah barat Kabupaten Cirebon.
Itu berarti, lebih dari separuh wilayah Kabupaten Cirebon menjadi daerah rawan kekeringan sehingga mengalami krisis air bersih. Pada tahun tersebut banyak desa yang mengajukan bantuan air bersih ke BPBD.
Sedangkan untuk daerah yang kekeringannya paling parah, di wilayah timur ada di Kecamatan Sedong. Yakni desa-desa yang di atas bukit wilayah tersebut. Untuk wilayah utara, daerah langganan kekeringan ada di Kecamatan Suranenggala dan Kapetakan. Sedangkan di wilayah barat Kecamatan Klangenan, yakni di Slangit dan Kreyo serta Kecamatan Gempol.
BACA JUGA: 871 Hektare Sawah Kekeringan
“Pemda melalui BPBD tidak akan tahu kalau tidak ada laporan dari desa. Diharapkan desa tidak hanya melaporkan tapi cepat membuat proposal permohonan bantuan air bersih. Atau kalau mau cepat bisa lewat telepon, karena kalau melalu proposal lewat kecamatan dulu, kemudian kecamatan melaporkan kepada kami,” pungkasnya. (Islah)