Data dari Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Cirebon menyebut, luas lahan garam yang diolah mencapai 1.557,75 hektare dari potensi lahan yang ada seluas 3.140,00 hektare. Lahan yang telah diolah para petambak garam di Kabupaten Cirebon itu, tersebar di berbagai kecamatan.
Kecamatan Pangenan tercatat memiliki lahan garam terluas yang mencapai 800 hektare, yang tersebar di Desa Ender, Pangenan, Bendungan, Rawaurip, Pengarengan dan Desa Astanamukti. Kemudian di Kecamatan Kapetakan, lahan seluas 288 hektare yang berada di Desa Bungko dan Bungko Lor.
BACA JUGA: Petambak Garam Tagih Janji KSP, Ratusan Hektare Tambak Terendam Rob
Selanjutnya di Kecamatan Gebang dengan lahan seluas 136 hektare berada di Desa Gebangmekar, Melakasari, Gebangilir, Gebang Kulon dan Desa Kalipasung. Di Kecamatan Suranenggala, lahan garam berada di Desa Suranenggala Lor dan Desa Muara yang memiliki lahan garam seluas 120 hektare.
Sementara di Kecamatan Losari, lahan seluas 109,65 hektare tersebar di Desa Ambulu, Kalisari, Tawangsari dan Desa Kalirahayu. Di Kecamatan Astanajapura seluas 62 hektare berada di Desa Kanci dan Desa Kanci Kulon. Kecamatan Mundu, lahan seluas 41,30 hektare terdapat di Desa Citemu dan Desa Waruduwur. Dan terakhir di Kecamatan Gunungjati lahan garam seluas 0,80 hektare berada di Desa Jatimerta.
Dari luasan lahan tersebut, dalam kondisi cuaca kemarau yang normal, Kabupaten Cirebon mampu menghasilkan ratusan ribu ton garam dalam satu musim.
BACA JUGA: Kreatif, Mahasiswa STKIP Invada Buat Garam Kesehatan
Kepala Bidang (Kabid) Perikanan dan Tangkap DKPP Kabupaten Cirebon, Moh. Jamaludin, mengatakan, berdasarkan catatan pihaknya terkait data program usaha garam rakyat dari 2019-2021 terus mengalami penurunan.
“Kalau di 2019 kondisi kemaraunya normal, kita mampu memproduksi sebanyak 136.686,78 ton. Tetapi di 2020 sampai sekarang mengalami penurunan yang sangat signifikan,” kata Jamal, Rabu (24/8/2022).
Menurutnya, di tahun 2020 produksi garam di Kabupaten Cirebon hanya 2.663,78 ton. Kemudian di 2021 kembali mengalami penurunan dan hanya menghasilkan 1.203,5 ton saja. Begitu juga di 2022 ini, yang biasanya di bulan Agustus tengah panen raya garam, tetapi sekarang belum banyak yang panen.
BACA JUGA: Kebocoran dan Penyimpangan Garam Impor Bikin Harga Garam Lokal Anjlok hingga di Bawah Rp100/kg
“Penyebab penurunan produksi dari tahun ke tahun ini, pertama karena 2020 hingga 2021 kita tahu sendiri ada pandemi Covid-19 dan kondisi alam tidak menentu. Dan 2022 karena menurut BMKG tahun ini kemarau basah dan banjir rob besar-besaran,” jelas Jamal.
Berdasarkan prediksi BMKG, kata dia, terkait hidrologi ini masih akan banyak terjadi selama 2022. Kondisi tersebut cukup berpengaruh besar terhadap produksi garam sehingga banyak petambak yang gagal panen.
Ia menjelaskan, di musim kemarau 2022 ini, DKPP sudah sering turun ke lapangan untuk mendata jumlah produksi garam rakyat di beberapa kecamatan. Namun, pihaknya belum bisa menyajikan data pasti produksi garam tahun 2022 ini.
BACA JUGA: Petani Garam Curhat ke Moeldoko
“Tapi kemungkinan turun lagi. Sebab ya tadi banyak lahan yang terendam rob, juga cuacanya tidak menentu karena masuk kategori kemarau basah,” tegas Jamal.
Kewenangan DKPP Kabupaten Cirebon, lanjut Jamal, lebih kepada pembinaan bagi para petambak garam. Selain itu, mengusulkan ke pemerintah pusat maupun provinsi untuk meningkatkan produktivitas garam. Termasuk mengusulkan agar dibangun tanggul-tanggul yang tinggi di sepanjang bibir pantai untuk meminimalisir banjir rob.
“Kedua kita juga meminta ke pusat untuk dibuatkan teknologi baru. Contohnya pipanisasi pengambilan air laut dari tengah laut masuk ke lahan petambak garam. Karena dengan pipanisasi ini kandungan NaCl pada garam akan lebih tinggi. Dibandingkan dengan air laut yang diambil dari bibir pantai,” terangnya.
BACA JUGA: Efek Banjir Garam Impor di Pasaran Harga Anjlok Petani Terpaksa Timbun Garam
Ditambahkannya, air yang diambil dari tengah laut merupakan murni air laut karena tidak tercampur oleh air sungai yang tawar.
“Kemudian kalau airnya bukan dari tengah laut itu membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai matang jadi garam,” papar Jamal.
Pihaknya juga tengah melakukan gerakan sebagai bentuk daya dukung dan kepedulian kepada para petambak garam. Salah satunya berencana membuat payung hukum berupa Perda agar perusahaan wajib menyerap garam rakyat. Termasuk mewajibkan PNS untuk membeli garam petambak lokal.
BACA JUGA: Bupati Imron Sampaikan Keluhan Nelayan dan Petani Garam ke Menteri
“Kita akan coba. Informasi Indag juga salah satu daerah di luar Jawa, mereka menggerakkan PNS-nya untuk membeli garam rakyat. Kita juga akan melakukannya,” ungkapnya.
Terpisah, salah seorang petambak garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Moh. Yusuf membenarkan, tahun ini dirinya kesulitan mengolah lahan garam untuk bisa sampai produksi. Ia harus kembali dari nol ketika banjir rob menghantam lahan garamnya.
Ditambah lagi, hujan masih sering turun di musim kemarau ini. Sehingga, ia bersama petambak garam lainnya merasa kesulitan untuk menghasilkan garam demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
BACA JUGA: Petani Timbun Garam, Tunggu Harga Naik
“Penghasilan garam tiga tahun terakhir selalu menurun, tapi yang terparah di tahun ini,” ucapnya. (Islah)