Korban jiwa gempa dahsyat Turki dan Suriah pada Senin pagi dan siang, 6 Februari 2023, bahkan bisa mencapai lebih dati 10.000 jiwa.
Hal ini karena masih banyak bangunan yang runtuh rata dengan tanah dan belum ada tim untuk melakukan pencarian pasca gempa dahsyat yang mengguncang Turki selatan di perbatasan dengan Suriah.
Diantara ribuan korban yang terjebak dalam reruntuhan, Tim SAR Turki sempat menyelamatkan seorang bayi laki-laki dalam keadaan tali pusar masih menempel di perut.
Bagi ini dalam proses kelahiran ketika gempa mengguncang dan merobohkan rumah sakit persalinan tempat bayi itu lahir.
Sang ibu bayi dikabarkan tewas tertimpa reruntuhan bangunan rumah sakit yang roboh. Beruntung, bayi itu berhasil diselamatkan dan kini diiamankan di rumah salah satu anggota Tim SAR Turki.
Dikabarkan, Tim SAR menemukan bayi itu melalui tangisan yang sangat keras. Di tengah cuaca ekstrim badai salju dengan suhu di bawah 0 derajat celcius, Tim SAR mendengar tangisan bayi sangat keras dari reruntuhan sebuah bangunan.
Setelah didekati ternyata tangisan bayi laki-laki yang baru saja dilahirkan dari rahim ibunya yang meninggal dunia.
Tim SAR Turki memotong tali pusar bayi, lalu menyelamatkannya. Hingga kini, bayi laki-laki itu dalam keadaan aman dan selamat.
“Kami membersihkan bayi itu dari debu yang menempal bercampur butiran es. Memotong tali pusar dan menyelamatkannya. Ibunya meninggal tetrimpa reruntuhan bangunan,” tutur petugas Tim SAR Turki.
Otoritas Turki mendesak parlemen mengesyahkan Undang Undang Darurat penanganan bencana dan situasi darurat untuk memudahkan langkah pemerintah menangani bencana terburuk sejak gempa bumi di tahun 1939 yang menewaskan sekitar 20.000 jiwa akibat gempa di Turki.
BACA JUGA: Info Gempa Terkini, Turki dan Suriah Diguncang, Ribuan Orang Diperkirakan Tewas
Daratan Turki sampai perbatasan dengan Suriah, memang merupakan wilayah paling rawan gempa dangkal yang berpusat di darat sepertihalnya gempa pada Senin pagi yang berkekuata M 7,8 dan terjadi lebih dari tiga kali diikuti gempa susulan lebih dari seratus kali.
Kondisi di Suriah, menurut perwakilan PBB juga tidak kalah menyedihkan. Bahkan gempa sangat mematikan ini menjadi bencana terburuk yang memperparah situasi perang saudara selama 12 tahun di negeri dengan tingkat konflik sangat tinggi itu.
Hingga kini, otoritas Turki belum bisa menginentarisasi berapa jumlah bangunan atau gedung-gedung yang robih dan rata dengan tanah.
Sebab, hampir seluruh kota di wilayah selatan Turki yang berbatasan dengan Suriah hancur dan luluh lantak seperti di sekitar Kota Gaziantep (Turki) dan Allepo (Suriah).
BACA JUGA: Info Gempa Terkini BMKG : dari Garut Geser ke Bayah Selatan Banten, Berpusat di Samudra Hindia
Gempa sangat mematikan di Turki dan Suriah ini diperparah dengan datagnya badai salju di wilayah selatan Turki.
Suhu udara sangat ekstrim, di bawah 0 derajat celcius. Karena itu, saat gempa mengguncang, pada Senin siang, sebagian besar berada di dalam rumah atau gedung-gedung apartemen yang roboh rata dengan tanah setelah diguncang gempa.
Presiden Turki Reccep Tayip Erdogan mengumumka keadaan darurat di sejumlah wilayah yang terdampak gempa dahsyat selama tiga bulan yang meliputi sedikitnya 10 provinsi.
Erdogan juga mendesak parlemen mengesyahkan Undang Undang untuk membatasi atau menangguhkan hak dan kebebasan yang memberi wewenang sangat besar kepada otoritas Turki dalam situasi darurat bencana nasional.
Turki mengklaim ada sedikitnya 13,5 juta warganya terkena dampak gempa sangat mematikan yang menimpa kawasab sepanjang 450 kilometer dari Adana di wilayah barat hingga Diryabakir di timur.
Kemudian sepanjang 300 kilometer dari wilayah utara di Malatya hingga Hatay di selatan. Begitu juga dengan Otoritas Suriah yang menetapkan kondisi darurat di sejumlah wilayah di perbatasan dengan Turki yang sama-sama terkena dampak gempa dahsyat.
Kondisi di Turki dan Suriah sangat menyedihkan. Di tegah suhu ekstrim di bawah 0 derajat celcius, ratusan ribu warga tinggal di pengungsian darurat.
Sejak terjadi gempa, mereka hidup tanpa penerangan listrik di malam hari. Warga berusaha mengumpulkan berbagai benda-benda mudah terbakar di tengah puing bangunan untuk dibakar demi memperoleh kehangatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dari Jenewa berencana berkoordinasi untuk melakukan perceatan pencarian korban selamat yang masih tetrimpa reuntuhan.
“Kami berkejaran dengan waktu. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, keterlambatan kami membawa jumlah kematian yang makin banyak di bawah reruntuhan,” tutur Tedros Adhanom, Direktur Jendral WHO.***