Menurut Yusril, keputusan yang menyangkut satu partai terkait verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), tidak bisa dibebankan ke seluruh partai peserta pemilu yang berjumlah 24 parpol dengan cara menunda Pemilu 2024 dan memulai tahapan dari nol lagi.
Putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024, tidak masuk kategori perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa ((KPU).
“Ini hanya perbuatan melawan hukum (PMH) biasa. Gugatan Partai Prima merupakan gugatan perdata biasa,” tutur Yusril kepada wartawan.
Seperti diketahui, PN Jakpus membuat keputusan kontroversial dengan memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024, Kamis 2 Maret 2023.
KPU diputuskan bersalah dalam verifikasi terhadap Partai Prima. Karena itu, hakim PN Jakpus memeritah KPU untuk menunda Pemilu 2024.
KPU diperintantahkan menghentikan seluruh tahapan Pemilu yang sudah dilakukan. Kemudian haruas memulai dari nol dalam jangka waktu 2 tahun, 4 bulan dan 7 hari.
“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” ujar hakim PN Jakpus dalam petikan keputusannya yang memeringtahkan KPU menunda Pemilu 2024.
Keputusan menunda Pemilu oleh hakim PN Jakpus itu kini mendapat sorotan tajam. Sebab tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai sejak April 2022 lalu, dan sisa tahapan berikutnya hanya tinggal 2 tahun ke depan.
Jika KPU menunda Pemilu 2024 dan memulai dari nol, maka seluruh tahapan yang telah dimulai sejak April 2022 harus diulangi lagi.
Keputusan PN Jakpus yang menunda Pemilu 2024 itu hanya karena memutus soal gugatan kekalaian KPU dalam melakukan verifikasi terhadap satu parpol dari 24 parpol peserta Pemilu 2024.
Partai Prima sendiri, oleh KPU dinyatakan berstatus TMS (tidak memenuhi syarat). Keputusan TMS KPU inilah yang menjadi dasar gugatan Partai Prima, dan gugatannya diajukan ke PN Jakpus pada 8 Desember 2022.
Yusril menjelaskan, jika KPU menunda Pemilu 2024 dan memulai tahapan dari nol, maka 24 parpol yang sudah lolos verifikasi juga harus kembali memulai dari nol.
“Putusan PN atas gugatan Partai Prima itu tidak bisa menyangkut pihak lain. Saya menilai hakim telah keliru dalam membuat putusan (menunda Pemilu 2024),” tutur Yusril.
Seharusnya, jika KPU dinyatakan bersalah, maka yang dilakukan hanya verifikasi ulang terhadap Partai Prima yang mengajukan gugatan.
“Harusnya hanya verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tidak pada partai lain, apalagi sampai menunda Pemilu 2024 yang tahapannya sudah berjalan,” tutur Yusril.
Hal lain, Yusril menilai PN Jakpus tidak memiliki kewenangan mutlak untuk mengadili perkara gugatan berkaitan sengketa pemilu, termasuk tahapan verifikasi.
“Ini ranah Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara). Harusnya gugatan tidak bisa diterima karena bukan kewenangan PN,” tutur Yusril.***