SUARA CIREBON – Gunung Merapi kembali erupsi (meletus) pada Sabtu siang hari pukul 12.00 WIB pada 11 Maret 2023.
Sampai hari Minggu, 12 Maret 2023, masih berstatus siaga. Warga sudah dihimbau untuk menjauhi wilayah puncak dan lereng Merapi.
Menyusul erupsi Merapi ditandai dengan semburan wedhus gembel atau awan panas pada Sabtu siang, kini viral beredar potongan video pesan dari almarhum Mbah Maridjan.
Mbah Maridjan merupakan kuncen atau juru kunci Gunung Merapi yang meninggal dunia dalam erupsi Merapi di tahun 2010.
Mbah Maridjan, lelaki kelahiran 5 Februari 1927 itu meninggal dunia di rumahnya di lereng Merapi di Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, yang tersapu awan panas (wdhus gembel).
Bergelar Mas Panewu Suraksaharga, Mbah Maridjan memilih tetap tinggal di rumah saat erupsi besar Merapi pada 26 Oktober 2010, dan wedhus gembel menerjang kampungnya.
Jenazah Mbah Maridjan ditemukan Tim SAR bersama 16 korban lainnya yang tersapu wedhus gembel yang meluncur dari puncak Merapi ke lereng arah Sleman, Yogyakarta.
Kini, Merapi kembali mengalami erupsi. Kali ini, wedhus gembel atau awan panas mengarah ke wilayah Magelang atau Barat Daya dan Barat Laut puncak Merapi.
Menyusul erupsi itu, viral di aplikasi Tiktok video pesan Mbah Maridjan yang menyampaikan dawuhe (pesan) Eyang Merapi.
“Pantangane Merapi supoyo ora nesu, kuwi kudune beckhoe-beckhoe aja ngrusak daerah Jogja. Arep nek Klaten embuh ora ngerti. Magelang mbuh ra reti. Nek arep butuh, mung ojo, ben diwei ning metune ben diparingi pasir, ning ojo, butuh pasir nganggo beckhoe.
Bupati Sleman, Bupati Klaten, Bupati Magelang lan Bupati Boyolali, kuwi papat kuwi nek iso kudu mikir, ora usah mikir kuwi, bakal diwehi, ning nganggo awan panas. Terang, cetho. Jenenge ngrusak alam.
Kuwi umpamane bupati papat ki mau Sleman, Klaten, Boyolali lan Magelang, papat kuwi. Kuwi neng anggere ora gelem mburak sa teruse, bakal diparingi nganggo awan panas, dawuhe Eyang Merapi,” demikian pesan Mbah Maridjan yang disampaikan dalam bahasa Jawa.
Artinya kira-kira begini :
“Pantangan Merapi supaya tidak marah. Beckhoe-beckhoe (truk keruk pasir) jangan merusak daerah Jogja. Kalau Klaten, tidak tahu. Megalang juga tidak tahu. Kalau butuh pasir, biarkan saja nanti diberi, tapi ngambilnya jangan menggunaka beckhoe.
Bupati Sleman, Klaten, Magelang dan Boyolali, empat bupati itu kalau bisa harus mikir. Kalau tidak, tetap akan diberi pasir, tapi menggunakan awan panas. Sudah jelas itu namanya merusak alam (menambang pasir dengan beckhoe).
Andai empat bupati, Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang, tidak mau menghentikan (penambangan pasir dengan beckhoe), selamanya akan diberi pasir tapi dengan menggunakan awan panas. Ini pesannya Eyang Merapi,” demikian kata Mbah Maridjan.
Lewat pesan itu, berdasar dawuhe Eyang Merapi, Mbah Maridjan, memperingatkan empat bupati, yakni Bupati Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang, untuk segera menghentikan penambangan pasir dengan menggunakan beckhoe.***