SUARA CIREBON – Oknum polisi yang dituduh mencabuli anak tirinya kini sudah divonis oleh hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Cirebon dengan hukuman 1 tahun 10 bulan penjara karena terbukti melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Pelapor kasus tersebut, VMP (31) yang merupakan ibu kandung korban menilai, vonis yang dijatuhkan majelis hakim sangat rendah dan tidak menunjukkan rasa keadilan.
Pasalnya, vonis yang dijatuhkan majelis hakim sangat jauh dari tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Berat rasanya untuk saya datang ke pengadilan. Saya masih trauma dengan kejadian kemarin. Tapi, saya berharap ada keadilan untuk kami,” kata VMP, sambil berurai air mata, saat ditemui di PN Kabupaten Cirebon untuk menemui Wakil Ketua PN yang menjadi Majelis Hakim perkara tersebut pada Senin, 10 April 2023.
Ia mengaku terpukul dengan vonis tersebut. Pasalnya, JPU sebelumnya menuntut pelaku dengan hukuman 15 tahun kurungan penjara subsider Rp1 miliar.
“Vonisnya hanya 1 tahun 10 bulan, menurut saya itu sangat jauh dari rasa keadilan,” kata dia.
Ia menjelaskan, ada tiga tuntutan untuk terdakwa, di antaranya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), persetubuhan dan ketiga adanya pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak. Namun dalam perjalanan sidang, hakim memvonis terdakwa dengan menggunakan pasal KDRT saja.
Sementara untuk Undang-Undang Perlindungan Anak dan persetubuhan yang diajukan oleh Jaksa, dianggap tidak terbukti oleh hakim.
“Heran, kenapa majelis hakim tidak menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak terhadap perkara anak saya yang masih 11 tahun. Tapi hanya pasal KDRT saja, tidak mempertimbangkan hasil visum,” tegasnya.
Hal senada disampaikan kuasa hukum pelapor, Rudi Setiantono, SH. Rudi menilai, keputusan hakim tersebut jauh dari rasa keadilan, karena putusannya jauh lebih ringan dari tuntutan JPU.
Karena itu, pihaknya datang ke PN menggunakan hak konstitusional dengan mengirimkan surat pengaduan ke badan pengawasan Mahkamah Agung (MA) yang ditembuskan kepada Ketua Pengadilan Negeri Sumber.
Rudi Setiantono mengatakan, terdakwa divonis 1 tahun 10 bulan oleh Majelis Hakim karena yang terbukti adalah KDRT. Sementara menurut JPU, sudah memenuhi dua alat bukti yaitu visum et repertum dan keterangan saksi korban sendiri.
“Jaksa sudah menyatakan banding. Berkas disampaikan ke pengadilan. Saat ini perkara tersebut masih dalam proses pemeriksaan di pengadilan,” ucapnya.
Sementara, Humas Pengadilan Negeri Kabupaten Cirebon, Iqbal Fahri Juneidy Purba membenarkan adanya pelapor dan kuasa hukumnya ke PN Kabupaten Cirebon.
Mereka datang untuk memberikan surat pernyataan sikap tidak puas dan melaporkan salah satu Hakim Majelis ke badan pengawasan Mahkamah Agung.
“Tembusannya sampai ke Presiden, Menkopolhukam, dia secara simbolis datang ke sini. Ibu korban melaporkan atas etik hakim,” kata dia.
Menurut Iqbal, setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim dalam sidang, tentunya berdasarkan fakta hukum. Ia menerangkan, dalam sidang perkara tersebut, yang terbukti adalah kasus KDRT saja, sedangkan perkara lainnya tidak terbukti.
Terkait banding tersebut, pihaknya sudah mengecek dan berkas banding sudah dilimpahkan.
“Sudah dicek, sudah ada nama hakimnya. Jadi tinggal sidangnya saja,” tandasnya.***