SUARA CIREBON – Kuasa hukum korban pencabulan anak di bawah umur oleh orang tua sambung yang merupakan oknum polisi di Polres Cirebon Kota, Rudi Setiantono mempertanyakan kinerja Kabid Propam Polda Jabar.
Pasalnya pernyataan Kabid Propam Polda Jabar, Kombes Pol Yohan Priyoto yang mengatakan belum bisa melaksanakan sidang kode etik pada Briptu CH, dikarenakan menunggu sampai seluruh proses hukum selesai, sangat berbeda dengan penanganan kasus yang terjadi di daerah lain.
Selaku kuasa hukum korban, pihaknya membandingkan sidang kode etik yang menimpa oknum aparat kepolisian di daerah lain seperti kasus AKBP AH di wilayah hukum Polda Sumatra Utara yang membiarkan terjadinya penganiayaan oleh sang anak.
“Pada kasus AKBP AH di wilayah hukum Polda Sumbar, baru ditetapkan tersangka sidang etik sudah digelar dan dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Sementara oknum Briptu CH ini terdakwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak 11 tahun (di bawah umur) yang telah divonis 20 tahun oleh Pengadilan Tinggi Bandung, belum menjalani sidang etik, katanya menunggu inkrah,” kata Rudi kepada awak media, Kamis (4/5/2023).
Terkait hal itu, dirinya menilai proses penegakkan hukum yang melibatkan oknum polisi terkesan tebang pilih.
“Penegakan aturan pelanggaran kode etik dan disiplin Polri seperti tebang pilih, komitmen keseriusan pimpinan Polri di wilayah hukum Polda Jabar untuk menindak oknum anggotanya yang melanggar, kami mempertanyakan sebagaimana peraturan Polri Nomor 7 tahun 2022, ” ujarnya.
Menurut Rudi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, apa yang dilakukan Briptu CH telah memenuhi unsur pelanggaran kode etik anggota Polri.
“Briptu CH telah melanggar kode etik profesi Polri sebagaimana diatur dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022 yakni melanggar etika kelembagaan,” tegasnya.
Dijabarkan Rudi, setiap pejabat Polri wajib menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi dan kehormatan Polri. Setiap anggota Polri juga wajib mentaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai nilai kearifan lokal dan norma hukum. Selain itu, setiap anggota Polri dilarang melakukan tindak kekerasan, berperilaku kasar dan tidak patut.
“Perbuatan Briptu CH dapat dikategorikan telah melanggar sumpah/janji anggota, sumpah/janji jabatan dan atau kode etik Polri, oleh karenanya cukup beralasan hukum untuk segera dibentuk KKEP dan dilakukan sidang etik terhadap Briptu CH,” tegasnya.
Rudi menambahkan, berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 13 April 2023, Briptu CH dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan jaksa penuntut umum.
“PT Bandung juga menjatuhkan pidana kepada terdakwa Briptu CH dengan pidana penjara selama 20 tahun penjara, dan bahwa berdasarkan surat edaran Kapolri No. SE/6/V/2014 tentang Teknis pelaksanaan penegakan pelanggaran kode etik profesi Polri membolehkan bahwa terduga pelanggaran yang melakukan tindak pidana dapat disidang KEPP tanpa menunggu proses pidana inkrah,” pungkasnya.***