SUARA CIREBON – Mantan Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Cirebon, H Sugiarto mengaku miris dengan konflik seputar penomoran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang terjadi di internal partai yang pernah dipimpinnya.
Politsi senior PKB yang akrab disapa Jito ini menyebut, konflik yang tidak berkesudahan tersebut, terjadi karena pimpinan PKB Kabupaten saat ini tidak bisa merangkul pihak-pihak yang bertikai.
Ia bahkan menilai, ketua DPC PKB Kabupaten Cirebon, H Jamil Abdul Latief hanya “boneka” dari kiai muda yang merasa paling dekat dengan DPP PKB.
“Kepada Ketua Umum PKB, H Abdul Muhaimin Iskandar saja DPC PKB tidak bisa menghormati saat berkunjung ke Cirebon, apalagi kepada seorang kader partai,” ujar Jito kepada awak media, Selasa, 30 Mei 2023.
Mantan anggota DPRD Kabupaten Cirebon tahun 2014-2019 ini mengatakan, sebutan “boneka kiai muda” tersebut, santer dibahas di internal partai.
“Peranan kiai muda yang merasa paling didengar oleh DPP, belum ada bentuk perjuangannya untuk PKB Kabupaten Cirebon. DPP PKB harusnya tahu kiai muda itu enggak bisa disamakan dengan kiai khos Cirebon dulu yang punya peranan penting untuk kemenangan PKB di Kabupaten Cirebon,” katanya.
Menurutnya, DPP PKB harusnya mencari tahu tentang semua itu, agar PKB Kabupaten Cirebon tidak hancur. Pasalnya, kunci kemenangan PKB Jawa Barat adalah Kabupaten Cirebon.
“Ketika Ketua Umum PKB berkunjung ke Cirebon belum lama ini, DPC PKB Kabupaten Cirebon tidak ada penyambutan yang layak untuk menghormati kedatangan orang nomor satu di PKB itu. Buktinya, di sepanjang jalan dari Cirebon sampai lokasi acara tidak ada bendera PKB sama sekali,” tegasnya.
Tata cara penyambutan yang seperti itu, menurut dia, menunjukkan DPC PKB tidak tanggap dan tidak menghormati Muhaimin Iskandar selaku ketua umum dan sebagai calon presiden (Capres) dari PKB.
“Ketum saja tidak dihormati, apalagi kepada kader partai. Pantas saja soal penomoran muncul konflik,” ujarnya.
“Tidak adanya penghormatan kepada ketum PKB jelas sangat disayangkan. Padahal PKB Kabupaten Cirebon punya pimpinan DPRD. Jika demikian, kader PKB yang jadi pimpinan DPRD tidak ada manfaatnya buat partai,” imbuhnya.
Sugiarto menyebut, tidak maksimalnya penyambutan ketum PKB, sangat fatal sekali untuk partai yang menjadi pemenang dalam Pemilu 2019 lalu.
Menurutnya, sudah seharusnya DPC PKB bertindak tegas mengganti sosok pimpinan dewan yang saat ini duduk.
“PKB adalah partai yang menghormati para pendiri partai, kiai dan para pejuang partai. Tapi di Kabupaten Cirebon kebalikannya, tidak ada namanya penghormatan ke semua itu,” ujarnya
“Contoh konkretnya masalah penomoran bacaleg, kader-kader baru mampu menyingkirkan incumbent, kader senior dan para keturunan kiai yang menjadi pejuang atau deklarator PKB,” imbuh Jito.
Bahkan, sambung Jito, Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) DPC PKB tidak siap, baik secara mental maupun strategi kemenangan. Jika sudah seperti ini, menurutnya, PKB kultur dimungkinkan bakal melihat kehancuran PKB Kabupaten Cirebon.
“Sebab akan hilang kursi dan suara bisa terjun bebas. Ini siapa yang bertanggung jawab? Kalau DPP dan DPW tidak segera turun dan ambil alih DPC PKB Kabupaten Cirebon,” katanya.
Jito menilai, DPC PKB Kabupaten Cirebon sudah kehilangan marwahnya. Ia meminta DPW dan DPP PKB tidak jangan tutup mata ataupun tutup telinga, terkait apa yang saat ini terjadi di PKB Kabupaten Cirebon.
“Ini sudah sangat mengkhawatirkan, PKB Kabupaten Cirebon sudah rapuh secara sistem. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, caleg mundur berjamaah, ini menjadi keniscayaan apalagi isu MK kencang soal sistem pemilu tertutup. Ini bisa hancur jika DPC PKB dan LPP kondisinya seperti ini,” tandasnya.
Untuk diketahui, pernyataan Ketua Dewan Syuro DPC PKB Kabupaten Cirebon, H Saefullah Amin, yang menilai kisruh yang terjadi di internal bukan merupakan konflik, justru direspons negatif para kader.***