SUARA CIREBON – Petani di Kabupaten Indramayu yang merupakan sentra pangan terbesar di Jawa Barat benar-benar tengah mengalami dilema.
Di satu sisi, petani bakal menelan kerugian besar akibat kekeringan, dan tanaman padi mereka terancam puso.
Di sisi lain, muncul ancaman tak kalah mengerikan. Yaitu hama si monyong tikus yang dirasakan sangat ganas serangannya.
“Kami benar-benar sedang diuji. Ada kekeringan dan ancaman tikus,” tutur Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Terisi, Rusdani, Rabu, 21 Juni 2023.
Terisi, salah satu kecamatan di wilayah selatan dan tengah Indramayu yang sebagian areal sawahnya mengalami kekeringan.
Sudah sebulan terakhir, kekeringan melanda sedikitnya 600 sampai 700 hektare sawah. Terbentang di Desa Rajasinga, Jatimulya, Jatimunggul, Plorokerep sampai terus ke areal sawah di kecamatan lain seperti Kroya dan Gabuswetan.
Peta kekeringan di Kabupaten Indramayu terparah melanda sedikitnya empat kecamatan. Selain Terisi, Kroya dan Gabuswetan, kekeringan juga terjadi di Kandanghaur.
Secara keseluruhan di empat kecamatan, diperkirakan 6.000 sampai 7.000 hektar sawah yang mengalami kekeringan.
Bahkan di kisaran 3.000 sampai 4.000 hektare sudah puso. Tanah sawah sudah benar-benar kering-kerontang, dan tanaman padi mati.
Rata-rata kekeringan melanda areal sawah yang tanaman padinya berusia antara 1 sampai 1,5 bulan. Ini merupakan musim tanam (MT) gadu yang dimulai sejak pertengahan Mei dan awal Juni 2023.
Empat kecamatan itu memang merupakan daerah ujung irigasi. Baik saluran irigasi dari Rentang, Jatitujuh, Majalengka di timur maupun irigasi dari Jatiluhur dari barat.
Petani mengaku kekeringan kali ini dirasakan sangat parah. Hal ini karena pada beberapa tahun terakhir, nyaris tidak pernah mengalami kekeringan.
Rusdani menuturkan, dalam lima tahun ini, baru kali ini dilanda kekeringan parah. Pada tahun-tahun sebelumnya, kendati musim kemarau, namun tidak pernah kekeringan.
“Tahun-tahun lalu, walaupun kemarau masih sering turun hujan. Air di sungai dan aluran irigasi juga melimpah,” tutur Rusdani.
Kali ini, benar-benar tidak ada hujan dalam sebulan terakhir. Begitu juga dengan Sungai Cipanas dan saluran irigasi dari Bendung Salamdarma milik otoritas Jatiluhur.
“Air cipanas kering. Kemarin ada hujan di Sumedang, namun airnya tidak cukup untuk mengairi sawah yang kekeringan,” tutur Rusdani.
Waduk Cipanas yang merupakan penampung air hujan dan baru diresmikan pada akhir tahun 2022 lalu, tak mampu memasok air karena kondisinya juga kering.
Rusdani mengungkapkan ancaman lain yang tak kalah ganas dialami petani selain kekeringan.
Ialah serangan si monyong tikus. Petani mengaku sedang sangat dilema. Di satu sisi butuh air untuk mengatasi kekeringan.
Namun begitu dapat air, tanaman padi kembali hidup, langsung diserang hama tikus. Tak hanya padi, bahkan palawija yang ditanam petani seperti kedelai, jagung dan semangka, habis dirusak tikus.
“Kami sebenarnya sudah putus asa. Misalnya, giliran sawah dapat air, begitu tanaman padi muncul, itu diserang tikus. Ganas sekali. Tak hanya padi, palawija lain juga diserang. Batangnya dipotong dan akarnya dirusak,” tutur Rusdani.***