SUARA CIREBON – Panji Gumilang, di awal-awal mulai beroperasinya Pondok Pesantren atau Mahad Al Zaytun di tahun 1994, lebih dikenal dengan sebutan Syekh Panji Gumilang.
Sejak awal munculnya Mahad Al Zaytun, kontroversi memang selalu melekat. Tidak saja kepada keberadaan Mahad Al Zaytun atau pesantren modern, tetapi juga pada sosok Syekh Panji Gumilang yang kini lebih dikenal dengan sebutan Panji Gumilang.
Kontroversi terhadap Mahad Al Zaytun dan sosok Panji Gumilang sebenarnya bukan hal baru. Sebab hal tersebut muncul sejak pertama kali Al Zaytun dibangun di sekitar tahun 1993.
Belakangan, setelah lama tenggelam, kini sosok Panji Gumilang kembali menjadi sorotan berbagai pihak terkait dengan kontroversinya.
Bahkan untuk kali ini, kontroversi terhadap Panji Gumilang jutru muncul dari dalam entitas Al Zaytun sendiri.
Diawali ketika beredar luas dan viral video pelaksanaan Sholat Idul Fitri pada 1444 Hijriah lalu.
Setelah video pertama soal pelaksanaan Sholat Idul Fitri 1444 H, lalu muncul berbagai video lain yang tak kalah kontroversi yang kemudian memantik reaksi dari berbagai kalangan masyarakat.
Untuk kontroversi kali ini, masih berproses. Entah akan bagaimana nanti ending atau akhir cerita dari Panji Gumilang maupun entitas Pesantren Al Zaytun.
Terlepas dari berbagai kontroversinya, Panji Gumilang sebenarnya orang yang memiliki kecerdasan dan kemampuan orasi yang menarik.
Panji Gumilang terlihat pandai bertamsil dan beranalogi. Salah satunya ketika di awal-awal saat Al Zaytun mulai dikenal banyak orang.
Salah satu analogi dari Panji Gumilang ialah ketika dia bicara soal Pesantren Al Zaytun yang didirikan, yang salah satu tujuannya ialah cita-citanya mendirikan pesantren modern yang selevel dengan Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, di Jawa Timur (Jatim).
Gontor, adalah tempat Panji Gumilang ketika masih muda menjadi santri dan menuntut ilmu agama.
“Jika di Jatim memiliki Gontor, maka di Jabar ada Gantar sebagai pesantren modern,” tutur Panji Gumilang saat menjelaskan soal Al Zaytun dengan menyampaikan analogi yang ringan tapi sangat mengena.
Gantar adalah nama Kecamatan di Indramayu yang menjadi lokasi berdirinya Al Zaytun di Desa Mekarjati, Kabupaten Indramayu.
Al Zaytun bagi Panji Gumilang, tampaknya menjadi impiannya tentang sebuah lembaga pendidikan berbasis Agama Islam yang modern, tidak saja modern dari sisi infrastrutkur dan fasilitas, tetapi juga dalam metode pembelajaran.
Menyusul kontroversinya kali ini, masyarakat pun dibuat penasaran dengan sosok Panji Gumilang yang di awal-awal berdirinya Mahad Al Zaytun lebih akrab dengan sebutan Syekh Panji Gumilang.
Laki-laki yang usianya tidak lagi muda Panji Gumilang, bernama lengkap Abdusalam Rasyidi Panji Gumilang.
Di kalangan sejumlah orang, Panji Gumilang dikenal dengan sebutan Toto Abdusalam atau Abu Toto.
Panji Gumilang lahir pada tanggal 30 Juli 1946 di Desa Sambung Anyar, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresok, Jawa Timur.
Masa lalunya tidak terlalu banyak terkspose secara publik. Namun Panji Gumilang disebut saat muda pernah menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) di era Orde Lama (Orla).
Panji Gumilang juga pernah nyantri di Pondok Pesantren Modern Darussalam di Gontor, Pnorogo, Jawa Timur.
Dari Gontor, Panji Gumilang melanjutkan kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta Selatan.
Panji Gumilang tercatat sebagai mahasiswa dan aktifis kampus. Namanya dikenal luas di kalangan mahasiswa seangkatannya.
Bahkan Panji Gumilang pernah dipercaya sebagai Ketua Ikatan Alumni UIN Sarif Hidayatullah selama dua periode dari 2006 sampai 2013.
Dalam perjalanannya, Panji Gumilang memperoleh gelar doktor kehormatan atau Doktor Honoric Causa dari International Management Centres Asscociation, Revans Universyty, Buckingham, Inggris.
Bersama sejumlah sejawatnya, melalui Yayasan Pesantren Indonesia (YPI), Panji Gumilang mendirikan Al Zaytun yang diresmikan pada 13 Agustus 1996.
Pesantren atau Mahad Al Zaytun disebut sebagai pesantren terbesar di Asia Tenggara, berkonsepo modern. Lengkap dengan berbagai fasilitas pendidikan, asrama santri, asrama guru dan pekerja Al Zaytun.
Di bawah pimpinan Panji Gumilang, Al Zaytun menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga pendidikan, tidak saja di Indonesia , tetapi dari berbagai negara, termasuk lembaga pendidikan internasional lintas agama.
Memasuki kompleks Mahad Al Zayun di Desa Mekarjati, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, seperti memasuki areal sebuah kota santri dengan lanskap modern lengkap dengan berbagai gedung tinggi, bangunan-bangunan megah serta berbagai fasilitas modern untuk para santrinya.
Mahad Al Zaytun, berdiri di atas lahan 1.200 hektare. Santrinya datang dari berbagai daerah, termasuk dari luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Afrika Selatan dan negara lainnya.
Kini, di usianya yang sudah tidak lagi muda, 77 tahun, Panji Gumilang tengah menghadapi berbagai kjontroversi dan tekanan dari banyak pihak.
Mampukah kali ini laki-laki ini bertahan, dari berbagai tekanan dan serangan personal terhadap dirinya?.***