SUARA CIREBON – Menyusul kecelakaan Kereta Api atau KA Brantas menabrak truk tronton yang melintang persis di tengah rel, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), memberi keterangan kenapa keeta api tidak bisa mengerem mendadak.
Semua karena bentuk KA yang memiliki karakteristik sangat berbeda dengan moda transportasi darat lainnya.
Karakteristik yang berbeda inilah, secara teknis, butuh upaya tertentu untuk bisa mengerem mendadak tanpa menimbulkan dampak fatal.
Jika dipaksakan mengerem secara mendadak, justru bisa berdampak fatal. Gerbong KA bisa tergelincir, bahkan bisa terguling yang bisa menelan korban jiwa penumpang di dalamnya.
Vice President Public Relation PT KAI, Joni Martinus melalui keterangan tertulisnya, Jumat21 Juli 2023, menjelaskan, alasan teknis kenapa KA tidak bisa mengerem mendadak sehingga dalam kasus di jln Madukoro, Semarang, bisa menghindari menabrak truk tariler yang terjebak mogok di tengah perlintasan.
“Jika KA dipaksakan mengerem secara mendadak, justru bisa berakibat fatal bagi penumpangnya. Kereta bisa tergelincir dan malah bisa terguling gerbong yang berisi penumpang,” tutur Joni Martinus.
Dijelaskan, KA merupakan rangkaian lokomotif dan gerbong dengan karakteristik bentuk memanjang, saling terpisah dengan berat besi mencapai 600 ton dalam satu rangkaian.
Biasanya, satu rangkaian KA, berisi lokomitif dengan membawa 10 sampai 12 gerbong, penumpang, pembangkit dan resto.
Berat saat rangkaian KA berjalan bisa lebih dari bobot mati dalam keadaan kosong karena bisa membawa ratusan penumpang, ditambah barang-barang bawaan penumpang lainnya.
“Dengan karakteristik seperti itu, berat yang lebih dari 600 ton, tidak mudah untuk melakukan pengereman mendadak. Meskipun ada alatnya, tetap tidak mudah,” tutur Joni Martinus.
Saat mengerem, KA membutuhkan jarak tertentu. Makin panjang rangkaian, makin panjang jarak yang dibutuhkan untuk bisa sampai berhenti.
“Butuh energi sangat besar untuk mengerem KA yang dalam satu rangkaian beratnya bisa mencapai 600 ton lebih,” tutur Joni Martinus.
Pengeremen KA, juga tidak hanya pada lokomotif. Tetapi dilakukan untuk seluruh rangkaian gerbong dan dilakukan secara bersamaan.
Sistem pengeraman KA menggunakan kompresi atau tekanan udara. Dikendaikan oleh masinis dari lokomotif, kemudian udara didistrisubikan secara merata ke seluruh rangkaian gerbong.
Kompresi atau tekanan udara itu yang akan mengerem atau menghentikan roda besi di tiap gerbong, itupun dilakukan secara perlahan, tidak seketika berhenti.
“Kalaupun ada rem di lokomotif, itu dilakukan hanya untuk memperlambat kecepatan kereta api,” tutur Joni Martinus.
Joni Martinus menjelaskan alasan teknis kenapa KA tidak bisa berhenti mendadak untuk menghindari truk tariler yang melintang di tengah rel pada kecelakaan maut diperlintasan Jln Madukoro, Semarang.
Menurutnya, cara menghindari kecelakaan di perlintasan, hanya mematuhi rambu lalu lintas dan peringatan dari penjaga pintu terlintasan KA.
“Itupun jika menyeberang harus tengok kanan dan kiri memastikan keamanan. PT Kai sudah maksimal memberi peringatan, menutup pintu terlintas sampai peringatan klakson KA saat jarak masih jauh sebelum melewati pintu perlintasan,” tutur Joni Martinus.***