SUARA CIREBON – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemkab Cirebon memperbaiki data masyarakat penerima program bantuan sosial (bansos) dan anggaran pengentasan kemiskinan yang dinilai masih sangat kecil dibandingkan anggaran perjalanan dinas dan lainnya.
Hal itu mengemuka dalam rapat koordinasi akurasi data penerima bansos Pemerintah Kabupaten Cirebon dengan KPK yang dilakukan secara zoom meeting di Command Center Setda Kabupaten Cirebon, Selasa, 5 September 2023.
Sekda Kabupaten Cirebon, Hilmi Rivai mengakui, perbedaan data penerima bansos antara Pemkab Cirebon dengan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kemendagri harus diperbaiki.
“Memang harus ada perbaikan data yang selaras dengan data yang dimiliki pemerintah pusat. Hasil pengamatan dari Dinsos juga banyak data, terutama kemiskinan ekstrem belum update (pembaruan, red),” kata Hilmi.
Ia mencontohkan, data yang belum diperbarui di antaranya, warga yang sudah meninggal tapi masih tercatat sebagai penerima bansos. Dari sekian banyak data yang belum dilakukan pembaruan tersebut, menurut Hilmi, menjadi potensi untuk mengurangi kemiskinan ekstrem di Kabupaten Cirebon.
Hilmi melihat potensi tersebut bisa mencapai 51 ribu dari 81 ribu angka kemiskinan ekstrem yang tercatat.
“Dari 51 ribu itu, kalau 25 ribu saja itu sudah bisa mengurangi (kemiskinan ekstrem, red),” terang Hilmi.
Menurutnya, dalam rapat koordinasi tersebut, KPK memberikan waktu satu bulan kepada Pemkab Cirebon dan daerah lainnya di Indonesia yang mengalami permasalahan yang sama, untuk melakukan perbaikan data.
“Diberikan waktu satu bulan untuk memperbaiki data terutama dari tingkat desa. Karena biasanya yang ada kesalahan data itu di tingkat desa, misalnya si A sudah meninggal tapi tidak dicatatkan di buku kematian, otomatis masih muncul di pusat,” paparnya.
Pihaknya bakal langsung menindaklanjuti arahan dari KPK tersebut. Bahkan, Hilmi menyebut, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Cirebon juga sudah terjun langsung ke desa-desa. Beberapa desa juga sudah siap menolkan data kemiskinan ekstrem, karena memang sudah tidak ada.
“Ternyata dari data-data itu hampir seluruh Indonesia sama. Kalau kita kemarin sih karena data yang tidak sepadan angka Rp7 triliun itu di Pusdatin Kemendagrinya,” paparnya.
Hilmi menambahkan, ada dua kemungkinan yang menyebabkan terjadinya perbedaan data tersebut. Pertama, karena dashboardnya masih dalam uji coba, dan kemungkinan kedua pengiriman data dua kali.
“Angkanya kan Rp7,1 trilun. Sekarang sudah diperbaiki, yang betul itu Rp3,58 triliun, kalau disepadankan dengan angka Rp100 miliar kita di angka 3 persen lebih. Itu artinya, kita masih di atas Majalengka dan Kuningan keberpihakan terhadap kemiskinannya,” pungkasnya.
Sebelumnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat, Satu Sistem Informasi Tutup Ruang Korupsi yang tayang di YouTube FMB9ID_IKP, Senin (28/8/2023), Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan menyebut, sejumlah pemerintah kabupaten (Pemkab) menganggarkan perjalanan dinas miliaran rupiah untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, tetapi bantuan sosial individu justru tidak ada.
Menurut Pahala, Pemkab Cirebon, hanya menganggarkan dana untuk mengentas kemiskinan ekstrem Rp 115.888.621.125 atau 1,62 persen dari APBD. Alokasi ini membuat Cirebon menjadi kabupaten dengan alokasi anggaran kemiskinan ekstrem terkecil di Indonesia.
Dari jumlah Rp 115,8 miliar itu, sebanyak Rp 13.098.959.000 di antarnya digunakan untuk belanja barang dan jasa. Kemudian, Rp 1.581.225.000 untuk honorarium, Rp 3.239.147.285 untuk belanja alat kantor, perjalanan dinas Rp 4.061.992.400, dan belanja makan minum rapat Rp 1.873.843.00.
“Padahal, dia masuk lima daerah termiskin di Jawa Barat,” ujar Pahala.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.