SUARA CIREBON – Pria ini berinisial St (45 tahun). Ia salah satu warga Kabupaten Indramayu yang berstatus OYMPK (orang yang pernah mengalami kusta).
Warga di salah satu kecamatan di Indramayu ini sempat mengungkapkan pengalaman saat masih menderita penyakit kusta.
St menjalani penyembuhan selama delapan bulan sejak divonis menderita kusta pada tahun 2022.
Namun memasuki tahun 2023, secara medis St dinyatakan sembuh. Ia pun berstatus OYPMK, istilah untuk penyintas atau orang sehat namun memiliki catatan pernah menderita penyakit kusta.
“Alhamdulillah, saya sudah dinyatakan sembuh dari kusta,” tutur dia.
Meski secara medis telah dinyatakan sembuh, St mengaku ada satu hal yang “sembuhnya” jauh lebih lama dibandingkan penyakitnya berdasar tinjauan medis.
Ialah stigma sosial. St mengaku, stigma sosial yang menimpa dirinya, jauh lebih lama dibandingkan catatan medisnya.
“Yang berat itu justru sikap orang-orang kepada saya. Ini butuh perjuangan sendiri bagi para penderita kusta,” tuturnya.
St mengungkapkan, penderita kusta divonis dua kali. Pertama adalah catatan medisnya dan stigma sosial.
“Yang saya alami, penyakitnya sudah jelas berat, namanya juga penyakit. Namun pandangan orang-orang (stigma sosial) juga dirasa berat,” tutur St.
Jarak antara catatan medis mengenai kesembuhannya, dengan stigma sosial tidak jelas. Dan ini butuh perjuangan bagi para penyintas atau OYPMK.
“Sampai sekarang, masih saja orang berpandangan beda. Meski tidak seberat saat dulu,” tutur St.
Meski dijauhi secara sosial, namun St berusaha sadar diri. Ia memaklumi sikap masyarakat, termasuk keluarganya yang mengambil jarak dengannya secara fisik.
“Ya memang berat. Sempat juga kehilangan pekercayaan diri. Tapi kita yang menderita juga harus memaklumi sikap keluarga dan tetangga. Jadi kita yang menjaga diri,” tutur St.
St mengaku bisa melewati ujian sosial bersama waktu ketika kusta masih menimpa dirinya. Karena itu, ia banyak menghibur diri supaya tidak tertekan dan stres.
“Saya dijauhi selama sakit, bahkan sampai sekarang masih saja ada yang mengambil jarak. Tapi itu saya terima sebagai kenyataan. Banyak menghibur diri, dan memanfaatkan untuk banyak berdoa dan beribadah sendiri,” tutur St.
Selama sakit, St terbantu oleh program pengobatan dan penyembuhan dari puskesmas. Ia memperoleh pendampingan secara medis, juga memperoleh konseling untuk mengatasi stigma sosial.
Dari pendampingan, St mengaku sadar akan penyakit yang dideritanya. Sebagian masyarakat bahkan menilai kusta sebagai “penyakit kutukan”.
“Namun saya dapat bimbingan untuk berbesar hati. Ini resiko orang menderita kusta. Yang penting jangan rendah diri, tetap semangat untuk bisa sembuh. Ikuti seluruh petunjuk dari puskesmas,” tutur St.
Pengalaman St juga tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh para penderita kusta di berbagai tempat, termasuk di Indramayu.
Untuk Indramayu sendiri, di Jawa Barat, merupakan daerah tertinggi mencatat warganya yang menderita penyakit kusta.
Penyebaran penyakit kusta di Indramayu juga cukup memperoleh perhatian serius dari pemerintah dan juga masyarakat.
Hal ini bila melihat data yang tercatat di Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat soal penambahan jumlah penderita.
Sepanjang tahun 2021, ketika terjadi pandemi Covid 19, di Indramayu mencatat ada 194 penderita kusta.
Kemudian tahun 2022, ketika pandemi Covid 19 mulai mereda, terjadi lonjakan kenaikan penderita kusta mencapai 100 persen.
Tahun 2022, Dinkes Indramayu mencatat ada 377 penderita kusta. Jumlah ini yang terdeteksi melalui laporan di masing-masing puskesmas.
Dengan penambahan 100 persen lebih, ini menjadikan pertanda bahwa Indramayu merupakan endemik kusta yang harus memperoleh perhatian serius.
Kadinkes dr Wawan Ridwan menjelaskan bagaimana pemerintah berupaya maksimal menekan angka penderita kusta dengan berbagai program.
“Ini menjadi perhatian serius dalam program kesehatan masyarakat,” tuturnya.
Wawan menjelaskan, tingginya angka kusta menandakan bahwa penularan kusta di Indramayu masih berlangsung.
“Ini perlu penanganan khusus. Masyarakat juga harus mulai peduli dengan penyakit kusta ini,” tutur Wawan.
Selama ini, masih banyak masyarakat yang mengabaikan penyakit kusta, dianggaps sebagai penyakit kulit biasa.
“Padahal ini penyakit yang menular dan berbahaya, sebab bisa menyebabkan kecacadan sampai kematian,” tutur Wawan.
Dinkes Indramayu juga terus gencar mengkkampanyekan soal penyakit kusta ke masyarakat.
“Kami gencar kampanye soal penyakit kusta. Ini penyakit berbahaya, mudah menular, namun juga dapat disembuhkan,” tutur Wawan.
Secara singkat Wawan menjelaskan mengenai gejala kusta. Diantaranya yang menonjol kulit bercak putih, bercak merah, namun kulit tidak gatal.
“Penyakit ini bisa menimbukan cacad pada tubuh. Karena itu, masyarakat wajib berobat ke puskesmas untuk penanganan medis. Ada program pemerintah untuk pengobatan penyakit kusta,” tutur Wawan.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.