SUARA CIREBON – Polemik kenaikan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) Kota Cirebon yang ugal-ugalan menjadi isu seksi menyusul kandidasi atau pencalonan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon pada pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024 ini.
Kenaikan PBB yang berlipat-lipat bakal menjadi ladang subur para calon Wali Kota Cirebon menebarkan janji-janji politik untuk merebut hati warga Kota Cirebon yang berjumlah sekitar 250 ribu pemilih tersebut.
Bisa jadi, bahkan akan ada janji politik banting-bantingan tarif PBB. Para calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon bicara soal kenaikan PBB dan akan menjanjikan kenaikan erendah mungkin.
“Polemik kenaikan PBB ini akan menjadi isu seksi untuk kepentingan elektoral para calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon pada pilkada tahun ini,” tutur pengamat social dan politik Kota Cirebon, Jeremy Huang Wijaya, Kamis 9 Mei 2024.
Menurut Jeremy yang akrab dipanggil Suhu Jeremy, para calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon akan menjadikan isu kenaikan PBB sebagai bagian dari strategi kampanye untuk menarik hati warga Kota Cirebon.
“Seru neh. Bakal ada istilahnya bating-bantingan besaran kenaikan PBB. Bukan tidak mungkin, malah ada yang menjanjikan tidak akan menaikan PBB,” tutur Suhu Jeremy.
Seperti diketahui,dua minggu ini warga Kota Cirebon dihebohkan oleh isu kenaikan PBB yang mencapai berlipat-lipat.
Tidak hanya 100 Persen, bahkan ada yang hampir mencapai 1000 persen seperti dialami Suryapranata, mantan Ketua PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa) Kota Cirebon.
Tahun-tahun sebelumnya Suryapranata dikenakan PBB sebesar Rp.6 juta per tahun. Namun untuk tahun 2024 ini tiba-tiba harus membayar Rp.64 juta atau sepuluh kali lipatnya.
Anehnya, rumah yang ditempati Suryapranata, meski di pusat Kota Cirebon di Jln Siliwangi, namun hanya rumah biasa bukan tempat usaha, bukan perkantoran.
“Sebenarnya sejak awal tahun saya sudah mendengar ada kenaikan PBB, dan baru awal bulan ini timbul gelombang protes sesudah mendapatkan surat tagihan PBB yang harus dibayar,” tutur Suhu Jeremy.
Menurut Suhu Jeremy, warga Kota Cirebon sebenarnya memaklumi bila kenaikan PBB antara 10 atau 20. Meski situasi ekonomi yang dihadapi warga tidak sedang baik-baik saja, namun masih bisa dimaklumi.
Masalah berikutnya, keberatan warga adalah kondisi onomi sehabis pandemic Covid 19. Daya beli masyarakat belum pulih, bahkan omzet penjualan rata-rata secara umum semakin turun.
“Banyak warga yang bobok celengan. Menjual aset pribadi justru lebih pada untuk bertahan hidup, sambal berupaya investasi usaha kecil-kecilan,” tutur Suhu Jeremy.
Masih belum pulihnya ekonomi pascapandemi covid 19 bisa dilihat dari pemandangan keseharian di pusat-pusat perdagangan di Kota Cirebon.
“Lihat saja, Jln Pagongan, Pasuketan, Pekiringan, Pekalipan, Parujakan yang merupakan pusat-pusat perdagangan di Kota Cirebon, relatif lengang. Tidak macet seperti sebelum pandemic. Ituy menandakan situasi ekonomi belum pulih,” tutur Suhu Jeremy.
Sangat disayangkan bila ekonomi yang belum pulih, bahkan belakangan cenderung malah ada tren penurunan, tiba-tiba disodori kenaikan PBB yang berlipat-lipat.
“Ini sangat disayangkan. Saya melihat, isu kenaikan PBB bakal jadi makanan empuk para politisi menjelang pilkada di Kota Cirebon untuk meraih keuntungan elektoral. Saran saya untuk warga, jika ada calon yang menjanjikan, suruh tanda tangan di atas materai, supaya tidak menjadi janji palsu,” tutur Suhu Jeremy.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.