SUARA CIREBON – Sosok yang disebut-sebut “Pak RT” atau Ketua Rukun Tetangga kini tengah banyak dicari oleh masyarakat untuk mengungkap sejauhmana keterlibatan para terpidana kasus kematian Vina dan Eki pada 27 Agustus 2016 lalu.
Dalam berbagai kesaksian, posisi Pak RT ini sangat penting. Sebab, para terpidana kasus kematian Vina dan Eki, mengaku bahwa pada malam kejadian (Sabtu, 27 Agustus 2016), tengah nongkrong dan menginap di rumam Pak RT.
Saat terjadi penangkapan oleh polisi kepada tujuh terpidana di sekitar SMP Negeri 11 Kota Cirebon di Jalan Saladara, Kelurahan Karangmulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon pada tanggal 31 Agustus 2016, ada seorang remaja berinisial K yang juga ikut diangkut oleh polisi ke Polres Cirebon Kota (Polres Ciko).
Remaja berinisial K itu adalah anak dari Pak RT. Setelah anggota Polres Ciko mengangkut para remaja yang kini jadi terpidana, disebut-sebut Pak RT sempat mendatangi kantor Polres Ciko.
Setelah Pak RT datang ke Polres Ciko, anaknya, remaja yang berinisial K itu, dibebaskan. K bahkan benar-benar terbebas dari kasus kematian Vina dan Eku. Sedangkan enam lainnya, menjadi terpidana.
Tujuh terpidana itu, enam kini divonis bersalah dalam kasus kematian Vina dan Eki, serta menjalani hukuman maksimal seumur hidup. Seorang lainnya, bernama Saka Tatal, karena saat itu masih di bawah umur, divonis 8 tahun.
Enam terpidana yang kini menjalani hukuman seumur hidup, antara lain :
1. Jaya
2. Supriyanto
3. Eka Sandi
4. Hadi Saputra
5. Eko Ramadhani
6. Sudirman
Keenam terpidana ini warga sekitar Gang Bhakti 1, Jalan Saladara dan sekitarnya di Karyamulya, Kesambi.
Terpidana lainnya, atas nama Rivaldi Aditya Wardana, satu-satunya yang bukan warga sekitar Jalan Saladara.
Rivaldi alias Ucil, disebut-sebut warga Desa Pamengkang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Namun ada juga yang menyebut warga Jalan Cipto, Kota Cirebon.
Untuk enam terpidana yang warga Gang Bhakti 1 dan sekitarnya, memiliki alibi pada malam kejadian, Sabtu malam, 27 Agustus 2016, nongkrong di depan warung Bu Nining di Gang Bhakti 1.
Lokasi warung Bu Nining, masuk ke gang sejauh sekitar 100 meter dari jalan besar, Jala Saladara.
Dari Warung Bu Nining, enam terpidana lalu pindah nongkrong di rumah Pak RT, tidak jauh dari Warung Bu Nining. Saat enam terpidana nongkrong, terpidana lain, Saka Tatal tidak ikut rombongan tersebut.
“Saya usianya lebih muda. Mereka bukan teman sepermainan saya karena beda umur,” tutur Saka Tatal.
Di rumah Pak RT itu, para enam terpidana nongkrong menghabiskan akhir pekan dan sempat tidur di rumah tersebut.
Rumah Pak RT sering jadi tongkrongan karena kosong. Pengakuan para terpidana, mereka menginap bersama anak Pak RT yang berinisial K.
Dari pengakuan para terpidana itu, posisi Pak RT dan anaknya, K, sangat penting dalam memperkuat alibi para terpidana yang kini divonis seumur hidup.
“Cuma masalahnya, Pak RT itu pindah tak berapa lama setelah penangkapan polisi. Sampai sekarang tidak tahu dimana,” tutur Samsuri, salah satu warga Jalan Saladara.
Samsuri dan warga sekitar sangat menyesalkan sikap Pak RT terkesan hanya menyelamatkan anaknya sendiri dan tidak peduli dengan remaja lain yang merupakan warganya.
“Harusnya Pak RT itu juga memberi kesaksian menguatkan posisi warganya. Ini malah hanya menyelamatkan anaknya. Setelah itu pindah rumah, nggak jelas sampai sekarang. Ngilag-ngilang terus,” tutur Samsuri saat ditanya oleh Kang Dedi Mulyadi (KDM).
Penuturan Samsuri diperkuat dengan Sadikun, masih saudara Saka Tatal dan Eka Sandi, salah satu dari enam terpidana seumur hidup.
“Setelah penangkapan dan kasus itu ramai, Pak RT pindah. Tidak jelas kemana. Padahal kesaksiannya sangat dibutuhkan untuk keadilan warganya,” tutur Sadikun.
Sadikun yang juga menjadi saksi saat persidangan terhadap enam terpidana menuturkan kalau Pak RT malah membantah kalau anak-anak tidur di rumah kosongnya pada Sabtu malam 27 Agustus 2016.
“Pak RT ke polisi bilangnya anak-anak (terpidana) tidur di rumah kosongnya malam Senin, bukan Sabtu malam atau malam Minggu. Padahal banyak saksi tahu kalau anak-anak tidurnya malam minggu. Makanya kesaksian Pak RT juga harus dicros cek dengan pengakuan anak-anak,” tutur Sadikun.
Sosok Pak RT sendiri, hingga kini tidak tahu keberadaannya. Warga Jalan Saladara meminta agar polisi bisa menghadirkan Pak RT untuk dimintai kesaksian soal dimana posisi anak-anak pada Sabtu malam.
“Harusnya Pak RT itu dihadirkan. Supaya jelas dimana posisi anak-anak pada malam kejadian. Pak RT haruys jujur. Sebab banyak warga lain yang juga tahu dimana anak-anak pada malam Minggu itu,” tutur Samsuri saat memberi kesaksian kepada Kang Dedi Mulyadi atau KDM yang datang menemuinya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.