SUARA CIREBON – Kang Dedi Mulyadi (KDM) terus menelusuri jejak peristiwa di seputar kematian Vina dan Eki untuk mencari titik terang kasus tersebut.
Dalam penelusuran Kang Dedi Mulyadi ini, terungkap saat saksi Aep digerebeg warga karena membawa perempuan ke tempat kerjanya.
Di tengah perbincangan dengan sejumlah orang yang dinilai memiliki kaitan dengan kesaksian secara langsung maupun tidak langsung terkait kasus kematian Vina dan Eki, KDM bertemu dengan Samsuri.
Samsuri merupakan warga di sekitar Jalan Saladara, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.
Samsuri merupakan tetangga dari para terpidana dari kasus kematian Vina dan Eki. Ia juga mengenali betul para terpidana, baik yang divonis seumur hidup, maupun Saka Tatal yang telah bebas.
“Mereka anak baik-baik Pak. Tidak pernah naik motor geng-gengan. Hanya nongkrong. Bahkan suka mbantu mertua saya ngangkatin sayur sebelum dijual ke Kuningan,” tutur Samsuri, menantu dari Bi Sami, warga setempat yang berjualan sayur di Kuningan.
Dari obrolan cukup panjang, sampailah pertanyaan KDM terkait peristiwa saat warga menggrebek tempat tinggalnya Aep.
Aep, dalam pusaran kasus kematian Vina dan Eki posisinya penting. Ia menjadi saksi yang menjadikan dasar polisi menahan, jaksa menuntut dan hakim memvonis para terpidana dengan hukuman seumur hidup.
Aep merupakan warga Cikarang, Bekasi. Di Jalan Saladara, ia bekerja sebagai buruh cuci mobil steam. Ia juga tinggal di tempat kerjanya di cucian mobil.
Samsuri, salah satu saksi mata yang juga ikut dalam penggerebegan warga terhadap Aep di tempat tinggalnya di cucian mobil.
“Anak-anak sebelum menggrebeg itu ngomong dulu ke saya. Ada Eko dan Hadi bicara dulu kesaya mau nggrebeg orang,” tutur Samsuri.
Nama Eko dan Hadi yang dimaksud Samsuri adalah Eko Ramadhani dan Hadi Saputra. Keduanya merupakan terpidana dalam kasus kematian Vina dan Eki yang dijatuhi vonis seumur hidup, bersama Jaya, Supriyanto, Eka Sandi dan Sudirman.
Samsuri melanjutkan cerita soal peristiwa penggerebegan Aep. Kepadanya, Eko dan Hadi menjelaskan akan menggerebeg tempat cucian mobil karena sering memasukan perempuan.
“Eko dan Hadi bilang kalau selama ini bersama anak-anak sengaja nongkrong di dekat cucian mobil karena memantau pergerakan saat perempuan dibawa masuk,” tutur Samsuri.
Mendengar itu, Samsuri lalu melapor ke Pak RT. Namun sebelum Eko dan Hadi Cs menggerebeg, Samsuri memberi syarat kepada Eko dan Hadi.
“Saya sampaikan satu syarat (kalau mau menggerebeg), jangan main kekerasan dan jangan main hakim sendiri,” tutur Samsuri.
Setelah disetujui, lalu Samsuri, bersama adik ipar, termasuk Eko dan Hadi ke rumah Pak RT. Setelah menyampaikan keluhan anak-anak, akhirnya Samsuri bersama Pak RT, dan anak-anak menuju tempat cucian.
“Saya waktu itu tidak tahu yang namanya Aep. Tahunya belakangan,” tutur Samsuri.
Malam itu, mereka mendatangi tempat cucian mobil. Pak RT dan Samsuri mengetuk-ngetuk pintu agar si penghuni tempat cucian mobil keluar.
“Kami tetap sopan. Saya ketuk pintu sambil memanggil-manggil Mas Mas Mas. Waktu itu, lama sekali mereka tidak keluar-keluar. Ini yang membuat anak-anak dongkol,” tutur Samsuri.
Karena tidak keluar-keluar, akhirnya anak-anak ada yang tidak sabar, sampai menggendor-ngedor pintu. Namun saat itu diingatkan oleh Samsuri.
Sampai kemudian Pak RT yang ambil alih. Pak RT ketuk pintu sambil memperkenalkan diri.
“Mas Mas, buka. Ini Pak RT,” tutur Samsuri menirukan Pak RT pada malam itu.
Setelah mendengar nama Pak RT, barulah penghuinya membuka pintu. Tapi hanya satu pintu yang dibuka, cukup hanya untuk satu orang masuk.
“Begitu dibuka, anak-anak muda langsung tanya, benar kamu bawa cewek ya. Waktu itu penghuninya menyangkal. Tapi anak muda udah nggak sabar. Langsung merangsek masuk ke dalam untuk mencari di dalam rumah,” tutur Samsuri.
Malam itu, setelah anak-anak masuk, Samsuri dan Pak RT juga akhirnya ikut masuk. Sempat dicari-cari, namun tidak diketemukan ada perempuan.
“Kebetulan ada satu ruangan, kamar yang di dalamnya ada kamar mandi. Setelah kami masuk, disitulah di dalam kamar mandi ada perempuan,” tutur Samsuri.
Malam itu, karena anak-anak muda marah karena dibohongi, beberapa diantaranya ada yang mukul.
“Saat itu saya juga minta Pak RW datang untuk menguatkan sebagai saksi. Anak-anak muda yang emosi itu ada yang sempat memukul. Siapa-siapanya saya tidak tahu karena ramai,” tutur Samsuri.
Penggerebegan cucian mobil Aep dan temannya Dedi yang membawa perempuan ke tempat tinggalnya terjadi beberapa hari sebelum muncul peristiwa kematian Vina dan Eki.
Posisi Aep ini penting karena kesaksian Aep yang menjadikan polisi melakukan penangkapan, diantaranya terhadap Eko dan Hadi yang kini divonis seumur hidup.
Dalam kesaksiannya kepada Polres Ciko, Aep mengaku melihat sekawanan orang melempari saat Eki dan Vina lewat.
Tak hanya melempar, kawanan motor itu terus mengejar. Dalam kesaksiannya, Aep mengaku melihat secara jelas Pegi Setiawan meggunakan sepeda motor smash warna merah.
Aep mengaku melihat Pegi Setiawan melempari batu dan mengejar Eki yang bersama kekasihnya Vina saat membeli rokok di depan tempat kerjanya di cucian mobil.
Kesaksian Aep ini diragukan masyarakat Jalan Saladara. Sebab selain tahun 2016 jalan tersebut gelap, di depan tempat cucian mobil juga tidak ada warung penjual rokok.
Feri, warga setempat meragukan kesaksian Aep. Menurutnya, sekarang, tahun 2024 Jalan Saladara kondisinya masih gelap kalau malam.
Apalagi di tahun 2016. Juga tidak ada warung rokok di depan cucian mobil. Kalaupun ada di warung Madura, jaraknya jauh sekitar 100 meter.
“Emang setajam apa Aep punya mata bisa sampai tahu detil, termasuk mengenali Pegi ada di kawanan geng motor yang melempar dan mengejar Eki bersama Vina,” tutur Feri, salah satu warga Jalan Saladara.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.