SUARA CIREBON – Perbincangan Kang Dedi Mulyadi (KDM) dengan Darmanto atau lebih dikenal sebagai Kang Ato, warga RT 02 RW 10, Kampung Situngangga, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.
Situgangga adalah kampung tempat para terpidana kasus kematian Vina dan Eki tinggal di daerah Jalan Raya Saladara, rangkaian dengan Jalan Perjuangan.
Para terpidana masing-masing Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani dan Sudirman. Mereka divonis penjara seumur hidup.
Satu terpidana, bernama Rivaldi Aditya Wardana, satu-satunya yang bukan warga Situngangga. Ia warga Desa Pamengkang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.
Terpidana lain, Saka Tatal, juga warga Situgangga, divonis 8 tahun. Namun keluar tahun 2020, menjalani hukuman 3 tahun karena saat disidang masih di bawah umur (16 tahun).
KDM sempat bertemu dengan Mang Ato (Darmanto), warga Situgangga yang mengaku sempat bertemu para terpidana pada Sabtu malam, 27 Agustus 2016, tanggal dimana Vina dan Eki ditemukan di fly over dengan luka parah.
“Saya malam itu bertemu mereka. Sekitar jam 9 malam. Saya kebetulan melewati mereka saat mengantar ibu saya ke rumah sakit. Rumah saya hanya tiga rumah dari rumah Bu Nining tempat anak-anak nongkrong malam itu,” tutur Mang Ato.
Mang Ato menuturkan, sekitar jam 9 malam (21.00 WIB), melihat anak-anak sedang nongkrong sambi main gitar di depan warung Bu Nining.
“Saya melewati mereka. Setahu saya mereka nongkrong main gitar. Saya lewat karena ke rumah sakit antar ibu,” tuturnya.
Dalam perbincangan dengan Mang Ato, ada hal yang menarik. Mengungkapkan logika sangat sederhana, namun sangat memperkuat alibi para terpidana.
“Janggal sekali Pak. Jam sembilan malam mereka masih nongkrong. Penemuan mayat sekitar jam setengah sepuluh. Mana mungkin hanya setengah jam, melempari Vina dan Eki, mengejar sampai fly over terus menjatuhkan, membawa lagi balik ke SMP 11, membunuh, menyiksa sampai memperkosa terus membuang lagi ke fly over,” tutur Mang Ato.
KDM juga membenarkan. Durasinya, jika benar seperti yang dituduhkan, butuh waktu setidaknya dua jam untuk mengejar ke fly over, memukul dan menjatuhkan di fly over, lalu dibawa ke belakang showroom dekat SMP 11 untuk disiksa, dibunuh dan diperkosa, lalu dibawa lagi ke fly over untuk dibuang.
Logika lain, jika benar Eki dan Vina dipukul dan dijatuhkan di fly over, kemudian diangkat terus dibawa ke SMP 11 untuk disiksa, diperkosa dan dibunuh, masa tidak ada kendaraan lewat di fly over, apalagi saat itu malam Minggu.
“Sesepi apakah jalan itu. Mereka bergerombol, minimal dalam sepuluh menit pasti ada orang yang lewat. Beda kalau mereka kecelakaan. Jatuh, ada yang lewat lalu melaporkan. Pertanyaannya siapa orang yang pertama menemukan Vina dan Eki tergeletak di fly over,” tambah KDM.
Logika-logika sederhana lain juga muncul dalam perbincangan KDM dengan Mang Ato, warga yang lahir, besar, dewasa dan berkeluarga di Situgangga.
Ialah soal posisi saat para terpidana ditangkap polisi pada tanggal 31 Agustus 2016. Para terpidana ditangkap polisi saat berkumpul di depan SMP 11 Kota Cirebon di Jalan Saladara, masih satu kawasan dengan Situnggangga.
“Aneh, mereka diceritakan menyiksa, memperkosa dan membunuh Vina dan Eki di belakang showroom dekat SMP 11. Tapi sampai beberapa hari masih ngumpul di SMP 11,” tutur KDM.
Jika mereka pelaku yang membunuh, memperkosa dan menyiksa, pasti akan ada rasa was was dan takut ketahuan. Secara natural, orang akan cenderung menghindari tempat-tempat dimana ia melakukan kejahatan atau kabur.
“Kalau benar mereka membunuh, memperkosa dan menyiksa, pasti tidak akan berani ngumpul di sekitar TKP (Tempat Kejadian Perkara). Ini nggak masuk akal. Mereka ditangkap setelah empat hari kejadian, di SMP 11 yang merupakan TKP pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan,” tutur KDM.
“Iya Pak. Nggak masuk akal. Kalau mereka benar melakukannya (apalagi korbannya anak polisi), pasti sudah ketakutan dan pada kabur. Bukan malah ngumpul lagi di SMP 11,” tutur Mang Ato.
Perbincangan atau obrolan KDM dengan Mang Ato tampak sederhana. Tapi sangat masuk akal, bahkan sangat mendasar.
Obrolan KDM dengan Mang Ato bahkan menyentuh logika paling mendasar untuk memperkuat alibi para terpidana yang kini mendekamn di penjara dengan vonis seumur hidup karena dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan berencana.
“Masuk logika nggak. Jam 9 malam mereka masih nongkrong dan gitaran. Terus mereka merencanakan pembunuhan Vina dan Eki. Kalau benar, harusnya sudah ada yang menguntit Vina dan Eki dari belakang, lalu memberitahu yang lain kalau Vina dan Eki mau lewat untuk dihadang di SMP 11. Kenyataannya, mereka nongkrong di dalam gang, bukan di depan SMP 11,” tutur KDM.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.